28 Juni 2009

What about if you could bring the characters out from the book? (INKHEART)

Puri XXI, Studio 6, june 27 2009, 2305 hrs

Film berdurasi 100 menit ini , mengisahkan tentang seorang pecinta buku bernama Mo 'Silvertongue' Folchart (Brendan Fraser). Tanpa disadari, ia mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan karakter dari sebuah buku yg dibacanya dengan lantang ke dunia nyata. Pada waktu anaknya Maggie berusia 3 thn dia membaca buku INKHEART yg menyebabkan istrinya (Sienna Guillory) "tertarik masuk" ke dalam buku tersebut, sedangkan semua karakter dari buku tersebut pun keluar seperti Dustfinger (Paul Bettany), Basta (Jamie Foreman), Capricorn (Andy Serkis) dan mengobrak ngabrik rumahnya, menyebabkan buku INKHEARTnya pun musnah. Akibatnya, Mo terus mencari salinan buku INKHEART yang lain supaya dia bisa mengembalikan istrinya ke dunia nyata. Dalam pencariannya, bersama Meggie yang telah berusia 12 tahun di sebuah pasar buku, mereka bertemu dengan Dustfinger yang mengatakan bila Capricorn masih mengejarnya karena ingin Mo untuk "membaca" untuknya dan mewujudkan keinginan jahatnya. Ternyata Dustfinger selama 9 tahun terus mencari Mo untuk "mengembalikan"-nya ke dalam buku, dia pun bekerja sama dengan Capricorn untuk menangkap Mo.

Menonton film yg memang tidak terlalu menarik di pertunjukkan tengah malam, membuat film ini bertambah tidak menarik. Bisa dibilang hampir tidak ada klimaks dalam alur ceritanya yg punya segudang "plot hole". Banyak pertanyaan yg tidak terjawab, seperti mengapa istri Mo bisa "tertarik" ke dalam buku, sedangkan ada begitu banyak karakter yg "keluar".
Apakah satu orang "bertukar" dengan satu karakter dari buku? Ditambah ending yg aneh ketika Mo menyuruh Meggie mengarang sendiri ending cerita buku INKHEART untuk "mengembalikan" semua karakter ke dalam buku, yang sebenarnya bisa dilakukan dari dulu??
Kelucuan-kelucuan yg disajikan untuk ukuran film keluarga betul-betul tidak lucu.
Melihat akting Brendan Fraser di sini mengingatkan kita kembali ke film Mummy kelas B.
Tidak heran bila film yang diproduksi oleh New Line ini jeblok dalam perolehan mendulang dollar, karena isi cerita yg disajikan betul-betul tidak ada yg baru. Jauh di bawah film-film sejenis seperti Narnia dan bahkan Golden Compass. Permainan Paul Bettany dan Hellen Mirren sebagai sang nenek cukup bagus, namun tidak menolong film ini sama sekali. Satu-satunya poin plus dari film ini adalah cinematografinya yg menghadirkan pemandangan indah di benua Eropa.

5.5 out of 10 stars

22 Juni 2009

Live long and prosper

@Puri XXI, Studio 6, June 21 2009, 1630 hrs

Langsung aja komen gua untuk film yg berdurasi 120 menit ini...

Gua setuju dengan mereka yg mengatakan film ini bukan cuman untuk para fans star trek (Trekkie), well... gua pribadi bukan trekkie, dan gua bisa menikmati film ini secara mulus.. Visual efek untuk adegan "Star wars" nya memang keren, terutama waktu kapal romulan pimpinan Nero yg muncul dari "black hole" itu (atau ketarik ke dalam black hole)?
Semua cast-nya passs!!! Gua kaga keberatan sama sekali dengan si Kirk, Zahary Quinto yg nge-spock abiezz, sampai kembalinya miss klepto Winona sebagai nyokap Spock. Di mana sebagian penonton merasa bingung, "koq kayaknya gua pernah liat nih orang yah.., tapi siapa??"
Malah orang sebelah gua bilang, Natalie Portman... okey, may be he just watched Star Wars movie.. yeahhh.. Winona and Natalie wear the similar robes..

Gua suka adegan court waktu Kirk didakwa curang melakukan test Kobayashi Maru, dan doalig-dialog "logika" mister Spock.
Tapi gua agak heran, dengan tokoh Uhura yg mupeng banget ama Spock, kayaknya dia ngarep banget kalo Spock bisa "lebih emosional" dalam hal cinta-cintaan.

Sayang sekali, seharusnya JJ Abrams, menyajikan adegan "bor" ke jembatan (San Fransisco??) lebih lama sebagai pelengkap eye-candy di film ini, padahal posternya kan menjual adegan yg satu ini toh?? Kayaknya udah merupakan kebiasaan si mister JJ selalu menjual sesuatu yg berbeda dari posternya (jadi inget film Cloverfield, hehehhehehe...).

Satu hal lagi, adegan si Kirk yg dibuang ke planet apa tuh dan di sana dia bertemu dengan Spock tua, kebetulan aja Kirk dibuang ke sana karena telah membuat Spock marah. Tapi kalo sampe Kirk masih di Entreprise, gimana cara Spock tua "membetulkan" kesalahannya yah?

untuk kemegahan visual efeknya : 8 out of 10 stars, live long and prosper...

Antara sepak bola dan kakek

@Puri XXI, Studio 1, June 21 2009, 1425 hrs

Film berdurasi 100 menit ini mengisahkan seorg anak berusia 12 tahun bernama Bayu yg hidup dengan kakeknya (Ikranagara) dan ibunya Yuni (Maudy Kusnadi). Sang kakek melarang Bayu untuk bermain bola seperti sang ayah yg telah meninggal dan tidak pernah mencapai mimpinya menjadi pemain bola. Bayu malah dimasukkan ke banyak lembaga kursus mulai dari melukis, bhs inggris, sampai matematika. Bayu juga mempunyai sahabat bernama Heri yang lumpuh namun selalu memotivasinya untuk bermain bola.
Dengan bantuan Heri dan supirnya (Ramzi), mereka menemukan lapangan kosong untuk berlatih bola yg ternyata adalah kuburan yg dihuni Zahra dan ayahnya yg sakit-sakitan sebagai pembersih kuburan.
Sampai akhirnya Heri membantu Bayu untuk masuk ke sekolah sepak bola arsenal yg dilatih oleh pak johan (Ari sihasale) tanpa sepengetahuan sang kakek, dengan harapan supaya Bayu bisa ikut dalam tim nasional junior U-13.

Pertama-tama salut buat sineas lokal yg masih perduli dengan eksistensi film anak-anak. Tentunya dengan pesan sponsor yg mendukung sepenuhnya film ini, LIFEBOUY...
Film ini mau tidak mau mengingatkan gua pada Bend it like beckham, di mana keinginan serog anak untuk bermain sepak bola namun ditentang oleh orang tua/keluarganya.
Di bagian awal film, alurnya terasa masih "kurang mulus" dan masih meraba-raba. Hal yang seringkali gua jumpai di film lokal lainnya. Akting pemeran Bayu (gua lupa namanya) terlihat natural (terutama dalam bermain bola) , begitu pula dengan karakter Heri dan sang kakek yg memang menjadi karakter tumpuan di film ini.
Bisa dibilang film ini dibawa agak serius untuk konsumsi anak-anak (berisi pula beberapa dialog sindiran mengenai dunia persepakbolaan kita yg mungkin tidak dimengerti oleh penonton muda belia), thanks to Ramzi who already brought this movie into a lil bit fun.
Gua agak kecewa karena film ini kurang banyak menghadirkan adegan pertandingan bola. Seingat gua cuman ada satu pertandingan (itupun kurang memorable dan terlalu pendek),
sedangkan adegan lain hanyalah latihan sepak bola biasa. Sayang sekali, padahal gua yakin akan lebih menghibur penonton yg sebagian besar adalah anak-anak. But anyway, film ini berhasil menggugah rasa nasionalisme terutama di akhir cerita di mana Bayu berhasil masuk ke timnas junior U-13, (yg lagi-lagi) tanpa menghadirkan adegan pertandingan sepak bolanya... Garuda di dadaku.. garuda, kebanggaanku...

6.5 out of 10 stars

P.S : setting film ini mengingatkan gua pada film Mengejar Matahari yg mengambil tempat yg sama (rusun karet petamburan , CMIIW...) pastinya ingat adegan Fauzi BAadila, winky, dkk berlarian di lorong-lorong...??

The FLAT legend of chun-li

@Puri XXI, Studio 2, June 19 2009, 1900 hrs

Bercerita tentang Chun-Li kecil yg pandai bermain piano dan wushu (diajarkan oleh sang ayah).
Pada suatu malam, rumah mereka di Hongkong diserbu oleh Bison (Neal McDonough), Balrog (Michael Clarke Duncan), dan anak buahnya untuk membawa sang ayah secara paksa. Sampai suatu saat, ketika ChunLi dewasa (Kristin Kreuk) selesai
bermain piano di sebuah konser, ia mendapatkan sebuah gulungan cina kuno (sama sekali tidak terlihat kuno).
Kemudian dari seorg ibu tua yg merupakan anggota "web spider", ChunLi memperoleh informasi kalau dia harus ke Bangkok dan mencari seseorg bernama Gen bila ingin mengetahui apakah arti gulungan kuno tsb.
Setelah menempuh perjalanan panjang di Bangkok, dia bertemu dengan Gen (Robin Shou) yg ternyata adalah "teman seperjuangan" Bison di masa lalu. Pada saat yg bersamaan pula, detektif Nash (Chris Klein) dan Maya (Moon Bloodgood) sedang menyelidiki pembunuhan beberapa kepala sindikat, di mana Nash mencurigai Bison sebagai pemimpin Shadaloo adalah dalang di balik semua ini.
Semuanya pun bekerja sama dengan tujuannya masing-masing, bahkan Bison mengirimkan Vega untuk menghalangi usaha ChunLi. Akhirnya diketahui Bison akan mengambil sebuah paket bernama "White Rose" di pelabuhan, di mana Nash dan kawan-kawan telah menantinya...

Well... tokoh ChunLi di sini lebih membumi dibandingkan Goku di Dragonball, tapi alurnya terlalu flattt untuk sebuah film aksi, bahkan pertarungan Vega dan Chun Li disajikan begitu singkat dan mudah... (padahal Vega kan jago bangetttt). Belum lagi, ChunLi begitu mudah dilatih oleh Gen sehingga dalam waktu singkat dia bisa mengeluarkan jurus "kameha meha" ala Dragonball.
Kristin Kreuk looks so skinny here, agak aneh melihat Chun-Li yg berwajah oriental 100%, dan kemudian berubah menjadi Kristin Kreuk yg berwajah campuran. Chris Klein.. what a messy appearance and acting, Moon Bloodgood, another sexy tough girl from terminator? Michael Clark Duncan.. i guess there are still so many "giant" actors to play Balrog here...
Kemunculan anak perempuan Bison menjelang ending cerita sama sekali tidak menarik untuk diikuti. Aktingya sangat tidak ekspresif sekali.
Kalaupun Bison kalah dari ChunLi dkk, bukan karena anak perempuannya (diceritakan kalau anaknya merupakan "kelemahan" terbesar Bison), tapi karena memang kalah
bertarung.
Sampai di akhir cerita, penonton tidak mendapat jawaban, apa sebenarnya gulungan cina kuno itu?

5.5 out of 10 stars

do you wanna be 17 again?

@SenCi XXI, Studio 3, June 14 2009, 1440 hrs

Film yg berdurasi 100 menit ini berkisah tentang Mike O'donnel (Matthew Perry), yg berada di ambang perceraian dengan istrinya Scarlett (Leslie Mann). Selama 20 tahun pernikahan mereka dikaruniai dua anak yg sudah duduk di bangku SMU,Maggie (Michelle Trachtenberg) dan Alex (Sterling Knight). Mike menyesali hidupnya karena tidak seperti yg dia inginkan, di mana dia harus mengorbankan masa depannya sebagai pemain basket di SMU ketika sang pacar, Scarlett hamil.
Suatu ketika dia tercebur ke dalam sungai karena ingin menolong bapak tua yg naik ke atas jembatan, dan keesokkan harinya pun dia terbangun menjadi Mike yang berusia 17 thn. Dan dia pun meminta NEd, sahabatnya sejak sekolah untuk menjadi ayah palsunya sehingga dapat bersekolah di SMUnya dulu... Di sekolah dia mendapatkan kalo Alex menjadi bulan-bulanan tim basket yang ternyata menjadi pacar Maggie. Lalu apakah yg dilakukan Mike di sekolah barunya itu?

Film ini cukup menarik meskipun tidak terlalu memorable. Karakter Mike berusia 17 tahun berhasil diperankan oleh Zac Efron dengan baik, dan image "High School Musical" sangat kental di sini. Karakter Mike dewasa yang seharusnya "desperate" karena tidak bahagia dalam 20 thn pernikahannya, kurang terbangun dengan baik sehingga penonton tidak dapat bersimpati padanya.
Tokoh Ned yg nyentrik dapat menyedot perhatian penonton apalagi lewat adegan "Lord of the ring"-nya, i love that scene! (mentang-mentang produksi New Line juga!)
Hal yg paling menggangu adalah akting dari Leslie Mann yang tampak seperti wanita bodoh dan mabuk dalam setiap dialog. Begitu pula dengan timeline selama 20 tahun, di mana seharusnya Mike mempunyai anak yg sudah berusia 19-20 thn?? sedangkan di film itu, Maggie baru duduk di bangku SMU?

Lumayan menghibur, 6.5 out of 10 stars...

don't let Lamia drag you to hell!

@SenCi XXI, Studio 4, June 14 2009, 1245 hrs

Film yg berdurasi 95 menit ini berkisah tentang Christine Brown (ALison Lohman), seorang wanita yg bekerja di bank sebagai analis kredit. Suatu ketika datang seorang wanita gipsi tua bernama Mrs. Ganush yang ingin meminta perpanjangan waktu untuk penyitaan rumah yg dihuninya, namun ditolak oleh Christine yang sedang bersaing untuk memperebutkan posisi asisten manager Mr. Jack dengan koleganya, Stu Rubin. Malamnya, Mrs. Ganush yang merasa telah dipermalukan, meneror Christine di tempat parkir dan memberikan kutukan lamia (kambing hitam) lewat kancing baju Christine.
Dalam 3 hari Christine akan dibawa oleh roh jahat lamia ke neraka. Secara tidak sengaja, Christine bertemu dengan Rham Jas, seorang paranormal yang bisa membantu masalah Christine.
Bersama dengan kekasihnya Clay (Justin Long), christine pun mencari cara untuk membebaskan dirinya dari kutukan tersebut. Apakah dia berhasil??

Film ini berhasil dengan adegan yg dapat memacu adrenalin dengan mixing suaranya yg "berisik" dan menggedor jantung. Sangat disarankan untuk mereka yg menderita kelainan jantung untuk menonton film ini, hmmm...
Tapi dari segi cerita, karakter Christine sendiri membuat penonton bertanya-tanya, kenapa harus dia yang terkena kutukan, karena sama sekali bukan tokoh antagonis. Malah penonton dijamin akan lebih gregetan dengan tokoh Mrs. Ganush yg sangat pas diperankan oleh Lorna Raver.
Film ini mengisyaratkan kalau sebuah film horor tidak harus ber-setting gelap melulu untuk membangun adegan yang menyeramkan, seperti yg sering kita saksikan di film lokal besutan Nayato, sakit mata bokk...
Sam Raimi pintar membangun adegan "perkelahian" antara tokoh Christine dengan Ganush, yang memang menjadi poin plus utama di film ini; seperti di dalam mobil
goshhh i like this one!), waktu pemakaman Ganush, di dalam kuburan, di gudang.
Namun sayang, di bagian dramanya, film ini menjadi terasa minus, sehingga penonton lebih menantikan adegan "teror" selanjutnya, mungkin memang itulah esensi dari sebuah horor... teror dan teror.. asal jangan sampai penonton ketiduran!
Btw, i am not too interested of the opening credits!

7 out of 10 stars...

Rasa.... Is it your feeling or your sixth sense?

@Blok M Square, Studio 6, May 24 2009, 1635 hrs

With only 5 minutes break, i continued with this one...

Film berdurasi 115 menit ini berkisah tentang Professor Anthony Collins (seorang sejarahwan, sastra, dan ahli "RASA"?? yang diperankan oleh Steve Benitez) yang datang ke indonesia untuk memberikan "lecture" di sebuah universitas bersama istrinya Laras (Wulan Guritno) dan anaknya Mariah.
Di malam perayaan ulang tahun Mariah yg ke-10, ia diculik bersama Laras oleh orang-orang tidak dikenal. Anthony yang kebingungan meminta bantuannya sahabat lamanya di jakarta bernama Emma. Tidak sengaja mereka bertemu dengan Wisnu (Christian Sugiono) seorang kurator dan Rianti (Pevita Pearce) seorang pelukis. Anthony pun terkejut ketika melihat salah satu lukisan Rianti yang bergambarkan wajah Mariah. Langsung saja Anthony memohon bantuan kepada Rianti, yang ternyata mempunyai kemampuan untuk melihat masa depan dengan melukis semua kejadian itu.
Cerita pun berkembang ketika sang penculik menyuruh Anthony untuk menerjemahkan bahasa sansekerta yg tertulis pada sebuah batu artifak (yang entah didapat dari mana) untuk menemukan keris Candra Wulan, bila mau anaknya selamat. Secara tidak sengaja pula Emma melihat kata sandi di artifak itu, dan dia langsung menganjurkan Anthony untuk bertemu dengan Pak Slamet (Alex Komang) sebagai seorang sesepuh yg mengetahui keberadaan keris tersebut.

Wuih.. ribet yak ceritanya... film ini berusaha merangkum genre thriller, horor-misteri, aksi petualangan dan drama percintaan menjadi satu. Hasilnya.... well... sepertiga pertama film ini bisa dibilang berhasil. Tanpa membaca sinopsisnya sama sekali, pada awalnya gua mengira film ini adalah sebuah film percintaan yg mendayu-dayu ala sinetron. Ternyata nice... dibumbui dengan adegan aksi yang berbeda dengan film lokal lainnya. Agak aneh memang melihat seorang professor yang bisa berkelahi ala indiana jones melawan para penculik di film ini.
Selidik punya selidik... ternyata sang sutradara Charles Gozali adalah pembuat sinetron aksi Elang (di mana Winky Wiryawan dan Joe Taslim juga bermain di film ini). Pantes aja..... Meskipun cinematografinya agak memusingkan dengan teknik "shaking" ketika perkelahian berlangsung, dan lightingnya kurang baik untuk pengambilan gambar outdoor di tengah siang bolong.

Sepertiga kedua, oh my gosh..... terdapat dialog yg cukup panjang dan terlalu puitis ketika tokoh Wisnu menyatakan cintanya kepada Rianti.. bahkan adegannya terasa aneh, di mana Rianti yang merasa hancur karena melalui penglihatannya ia melukis Wisnu dalam keadaan yg buruk, Rianti pun mengacak-acak semua gambarnya dan tiba-tiba timbul kebakaran, Wisnu pun berhasil menyelamatkannya namun api tiba-tiba menghilang begitu saja...

Keanehan pun teRASA semakin aneh di bagian sepertiga terakhir, di mana Anthony dengan mudah masuk ke dalam museum tanpa penjagaan yg ketat ( mungkin ini menunjukkan kalau museum di jakarta hanya berisi barang-barang tidak berharga sehingga tidak perlu dijaga ketat). Begitu pula Wisnu dan Rianti yg menemukan dengan mudah rumah tempat Mariah disekap hanya dengan sebuah tanda dalam lukisan Rianti?? Tidak mungkin gua menulis semua keanehan yg terjadi dan adegan yg mengabaikan alur logika, sampai pada akhirnya polisi bisa datang tiba-tiba ke lokasi kejahatan... Hmm... Wait.... Tidak ada penjelasan apakah Rianti mempunyai kemampuan penglihatan yg "buruk" ataukah yg "baik" juga. Di ending cerita Rianti melukis sebuah penglihatan yg "baik", padahal di awal cerita dia selalu melukis penglihatan yg "buruk". Kalo begitu, setiap menit atau bahkan setiap detik, dia akan kerasukan untuk melukis penglihatannya....

Sayang sekali... film ini berusaha menampilkan "RASA" yg berbeda, namun RASA yang enak di bagian awal menjadi aneh sampai ke akhir cerita. Sebaiknya sang sutradara tetap memproduksi film-film aksi saja yg memang menjadi poin plus dari film ini. Unsur horror-nya masih bolehlah... tapi soal petualangan Professor Anthony ala "indiana jones ", no no no... masih memerlukan bantuan untuk menggarap skripnya supaya teRASA lebih real dan masuk akal...

Sebagian dialog film ini disuguhkan dalam bahasa inggris dengan subtitle bhs indonesia dan kebalikannya pula ketika dialog dalam bahasa indonesia disuguhkan pula subtitle dalam bhs inggris... Dari segi akting, film yg menyuguhkan wajah-wajah "indo" dan bule asli ini termasuk lumayan mulai dari tokoh Anthony, Laras (lagi-lagi Wulan Guritno berperan sebagai seorg ibu muda), Emma, kapten polisi (Ray Sahetapy), dan segudang cameo mulai dari Rianti Cartwright sampai Nugie yang.. hmmm... ngapain dia jualan sekoteng... Chrsitian Sugiono yg selalu tampil sok manis di setiap filmnya adalah karakter terlemah dalam film ini, sepertinya dia tidak ada kerjaan untuk menjual lukisan pelukis lain selain mengikuti Rianti sepanjang hari, dan Pevita Pearce nampaknya kurang matang sebagai Rianti.. sebaiknya dia kembali bermain sebagai anak SD saja seperti yg dia lakukan di film Denias.

Sebuah RASA yg manis di awal namun aneh selanjutnya...

5.5 out of 10 stars... untuk dialog bahasa inggrisnya yg kadang terdengar kurang "verbal"... dan atas usaha film ini untuk menghadirkan sebuah RASA yg berbeda dari film lokal lainnya...

Bukan Cinta Biasa.... sebuah film yang biasa....

@Blok M Square, Studio 5, May 24 2009, 1440 hrs

Berkisah tentang Tommy (Ferdy Taher), rocker tua (kaga jelas umurnya seberapa tua) yang belum menghasilkan "apa-apa" dari hidupnya yg berantakan bersama band-nya yg diberi nama The Bokis, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan seorang anak perempuan berusia 16 thn bernama Nikita (Olivia Lubis) yang mengaku adalah anak Tommy dari seorang wanita dari masa lalunya bernama Lintang (Wulan Guritno). Karena Lintang telah menikah dengan Steve (Uncle Jessy) dan harus mengikutinya ke Amerika, maka Lintang menitipkan Nikita kepada Tommy untuk menyelesaikan sekolahnya selama 1 semester lagi di Indonesia sebelum dia ikut juga ke Amerika. Lalu bagaimanakah cerita penyesuaian ayah dan anak ini? Apa yg akan terjadi setelah 6 bulan itu berakhir? Nonton aja sendiri...

Film ini sama sekali tidak membosankan meskipun durasinya mencapai 110 menit. Begitu ringan dan menghibur, namun sayang kurang berkesan saking ringannya. Padahal akting para pemainnya sendiri sudah bagus. Chemistry antara Olivia dan Ferdy terbangun baik. Meski di bagian awal agak aneh, di mana reaksi Ferdy yg begitu datar dengan kedatangan Olivia yg mengaku sebagai anaknya. Wulan Guritno bermain bagus dan tegas sebagai ibu yg membesarkan anaknya sendiri, well... speaking from her real life experience, indeed...
Sederet pemain mulai dari Julia Perez, Tike Extravanganza, sampai Afghan yang menyumbangkan lagu di tengah-tengah film... Yang sedikit menggangu adalah, Ferdy dan Wulan yg mungkin agak terlalu muda untuk mempunyai seorang anak berusia 16 tahun. Mengenai ending, just don't even think about it, cause you already knew it. This is one of the best local movies i've watched this year so far, i guess...

6.5 out of 10 stars...

Terminator Salvation

@Puri XXI, Studio 2, May 31 2009, 1505 hrs

Okay... Langsung aja... Film ini biasa banget...... di luar adegan aksi dan visual efeknya yg memang bagus (mirip Transformers karena robot raksasanya)... Jauh lebih futuristik dibandingkan film-film pendahulunya. Berbeda dgn tokoh John O connor (Christian Bale) di film sebelumnya yg terlihat lebih "human" dan tak berdaya karena ada bantuan "robot pendukung" (mungkin inilah ciri khas film Terminator yg sesungguhnya), di film ini John telah menjadi seorang gerilyawan... Peran penting John telah "diambil alih" oleh tokoh Marcus (Sam Worthington) , Kyle Reese (Anton Yelchin) dan para robot lain.
So, this movie has lost its soul coz lack of John O connor.
Begitu penampilan Helena Bonham yg tidak lebih dari 10 mnt dan bisa dimainkan aktris lain termasuk pula tokoh Kate (Bryce Dallas Howard) yang kaga penting-penting amat...
Karena gua ntn film ini dengan ditemani oleh roti-roti, jadi film ini tidak terasa membosankan... thank God..

Just another action robot flick, not as a "terminator" movie, i give
7 out of 10 stars...

Angels and Demons

@Puri XXI, studio 6, May 22 2009, 1900 hrs

coming soon...