29 April 2010

An education of life with 3 idiots...

@Blitzmegaplex Central Park, audi 7, April 28 2010, 1825 hrs

Rancho (Aamir Khan), Raju (Sharman Joshi) dan Farhan (Madhavan), tiga pemuda yg bertemu ketika mereka menjadi teman sekamar di fakultas teknik Imperial College of Engineering (ICE). Ketiganya mempunyai latar belakang yg berbeda-beda, Raju berasal dari keluarga miskin yang kuliah agar dapat memperoleh pekerjaan yang bagus untuk mengangkat derajat keluarganya. Farhan yang menyukai fotografi terpaksa mengambil jurusan teknik karena suruhan sang ayah yang menganggap kuliah teknik lebih prestisius.
Rektor ICE, Viru Sahastrabudhhe atau biasa dipanggil ViruS(Boman Irani) mempunyai metode pendidikan yg kaku dan konvensional, dan Rancho satu-satunya mahasiswa yg berani menentang ViruS dengan cara yg berbeda.... Celakanya, putri ViruS yg bernama Pia (Kareena Kappor) menyukai Rancho ketika bertemu pertama kali dalam pesta pernikahan kakak Pia. Rancho adalah mahasiswa yg jenius, tanpa harus belajar mati-matian dia bisa lulus dan menempati ranking pertama setiap ujian dan berhasil mengalahkan mahasiswa kesayangan ViruS yaitu Chatur yang jago menghafal setiap mata kuliah namun tak mengerti bahasa Hindi. Suatu saat ketika Chatur yg harus berpidato di depan menteri pendidikan tanpa teks dalam bahasa Hindi, Rancho dkk pun mengganti teks nya, menyebabkan pidato tersebut memalukan Chatur, ViruS dan kampus ICE sendiri. Chatur yang marah pun menantang tiga sekawan itu kalau 10 tahun kemudian dia pasti lebih sukses dari mereka yang "idiot".

Film ini dibuka 10 tahun kemudian, ketika Raju dan Farhan ditelepon oleh Chatur yg menagih "tantangan" masa lalu, sambil mencari teman mereka yg hilang yakni Rancho. Yap... rupanya Rancho langsung menghilang setelah kelulusan tanpa ada kabar dan jejak. Dan sebuah rahasia siapa Rancho sebenarnya pun terkuak dalam pencarian mereka...

Bila harus dibandingkan dengan My Name is KHAN yg lebih modern dalam gaya bertutur dan kompleks dalam cerita, maka film ini lebih sederhana dan bergaya "India banget", dengan lagu lip-sync oleh para aktor-aktrisnya dan tarian gajebo di mana para penari figurannya muncul dan menghilang secara tiba-tiba. Plus, satu soundtrack yang dinyanyikan oleh aktor Sharman Joshi berjudul Give Me Some Sunshine.
Film berdurasi 165 menit ini sarat akan filosofi tentang hidup dan pendidikan itu sendiri, dengan selipan bumbu-bumbu komedi yg menggelitik. Karakter tiga orang pemuda yg berbeda latar belakang dan idealisme memang pas diperankan oleh Aamir, Sharman, dan Madhavan; membuat chemistry dan akting mereka sangat klop. Salut untuk mereka, terutama Aamir yg sudah berusia 44 tahun ketika film ini dirilis dan dapat berakting natural sebagai mahasiswa berusia 20-an. Gua akui film ini agak cengeng dengan adegan berurai air mata para aktornya. Memang ada adegan yg sedikit lebai ketika Rancho berhasil menolong persalinan kakak Pia dipandu lewat live conference via internet dengan Pia sendiri... Atau adegan mahasiswa yg bunuh diri karena tesisnya ditolak oleh sang dosen. Bukan tidak mungkin adegan ini dapat menjadi inspirasi bahwa hidup itu tidak sekedar diukur dari tinggi rendahnya nilai yg kita dapat di masa sekolah.

Last but not the least, an almost perfect ending in a perfect location. Ladakh, sebuah daerah pegunungan Himalaya di Kashmir yg merupakan perbatasan antara India, Tibet, dan Cina. Sebuah tempat yg sangat indah dan dingin, dan para cast harus berakting seakan-akan tempat itu tidak dingin. Someday, i just wanna be there!


Film ini dinobatkan sebagai film India terlaris sepanjang masa dalam peredaran secara domestik, mengalahkan film Ghajini (yg juga diperankan oleh Aamir Khan). Sekaligus memecahkan rekor sebagai film terlaris India yg pernah diputar di Amerika Serikat mengalahkan KHAN di tempat kedua, namun secara total menempati urutan dua setelah KHAN sebagai film India yg diputar di luar negeri.

Dengan sedikit twist di bagian tengah dan ending cerita, film ini memang layak ditonton. Gua merasa sama sekali tidak rugi membuang uang 25rb. So moviegoers, catch it up before it's gone! Sebuah selingan yg pas sebelum memasuki bulan-bulan "summer blockbuster movies".

A humble story about friendship ...
about family...
about education...
about your passion and dreams...
about how precious your life is....
8 out of 10 stars

27 April 2010

If you have a boring marriage life, maybe you should have a DATE NITE!

@Puri XXI, studio 2, April 26 2010, 1950 hrs

Phil (Steve Carell) and Claire Foster (Tina Fey) adalah pasangan usia 40-an yg sudah dikaruniai dua orang anak, menghadapi dilema pernikahan dengan kehidupan yg mulai membosankan, apalagi bila menyangkut soal seks. Mereka mempunyai acara reguler untuk kencan berdua dengan makan malam di restoran ataupun menonton film. Suatu malam, mereka datang ke restoran Claw di tengah kota Manhattan yg ramai. Karena tidak mendapatkan tempat, Steve langsung berinisiatif mengambil reservasi orang lain atas nama Tripplehorn. Tak disangka mereka ditodong oleh dua orang yg mengaku anak buah Joe Miletto, mafia Italiano yg bergerak di bidang prostitusi (Ray Liotta). Mereka meminta bantuan kepada salah satu klien Claire, Holbrooke (Mark Wahlberg) untuk melacak keberadaan siapa sebenarnya Tripplehorn dan flash-disk apa yg menjadi incaran anak buah Joe.

Terus terang aja, overall film berdurasi 90 menit adalah sebuah komedi garing. Selama 15 menit pertama, sang sutradara Shawn Levy (Night at the museum, Pink Panther, Cheaper by the dozen), berusaha mati-matian menghadirkan situasi lucu lewat dialog-dialog yang dilontarkan Phil dan Claire, dan hasilnya mereka berdua seperti robot yang terus mencuap-cuap tanpa perlu dimengerti penonton. Tidak terlihat sama sekali kalau mereka berakting, termasuk Taraji P. Henson (sebagai detektif polisi NY) yg pernah dinominasikan dalam film Benjamin Button. Well, may be it's because this is a comedy, i mean a crude comedy, you just don't have to act.
Dengan opening scene yang memperlihatkan pasangan Foster dengan dua anaknya yg bandel, gua pikir ini bakal menjadi film komedi keluarga, apalagi Shawn Levy bisa dibilang spesialis untuk genre itu. Tapi selama satu jam terakhir film ini terjebak ke dalam komedi lelucon kasar seperti yang sering kita lihat dalam film Chris Rock dan Martin Lawrence. Film ini juga diramaikan oleh Leighton Meester, Mark Ruffalo, Mila Kunis dan James Franco, plus cameo will.i.am dari grup blackeyedpeas.

tenang... masih ada koq satu-dua adegan yg benar-benar lucu..
5.5 out of 10 stars

26 April 2010

Solomon Kane : Jagoan fiktif di akhir abad 16

@Djakarta XXI, studio 2, April 23 2010, 1525 hrs

Akhir abad ke-16, sebuah jaman kegelapan di mana manusia dikuasai ilmu hitam, hiduplah Solomon Kane (James Purefoy) yg haus akan peperangan di mana membunuh bukan hal yg sulit baginya. Ketika sedang berperang untuk Ratu Elizabeth I di Afrika Utara dalam misi mencari harta karun, dia bertemu dengan setan neraka yg ingin mengambil jiwanya.
Setahun kemudian Solomon mengasingkan dirinya di sebuah biara untuk meredam sifat buas dan amarahnya; namun kepala biara menyuruhnya untuk kembali ke kampung halaman. Dalam perjalanan pulang dia bertemu dengan keluarga William Crowthorn (Pete Postlethwaite) bersama satu istri dan 3 orang anaknya. Namun nasib naas menimpa keluarga itu, mereka dibunuh oleh anak buah penyihir Malachi yg sedang menangkap penduduk desa untuk dijadikan budak. Meredith (Rachel Hurd-wood) satu-satunya anak perempuan keluaarga itu berhasil diculik oleh gerombolan Malachi. Solomon berjanji kepada William sebelum kematiannya untuk menyelamatkan Meredith apapun taruhannya, meskipun harus membunuh dan terjun ke dalam peperangan lagi.

Bagian awal film berdurasi 105 menit ini terasa agak dragging, timbul pertanyaan besar kenapa setan neraka itu bisa muncul di Afrika ketika Solomon mencari harta karun dan begitu menginginkan jiwanya, dan tak pernah terjawab sampai akhir cerita. Sempat digambarkan secara flash-back latar belakang kehidupan Solomon kecil yg meninggalkan keluarganya karena marah kepada sang ayah yg memberikan tanah warisan kepada sang kakak. Tapi kurang kuat untuk menjelaskan perubahan karakter Solomon yang begitu menyukai peperangan dan ambisius dalam membunuh.
James Purefoy pas memerankan tokoh fiktif rekaan Robert E. Howard yang juga menciptakan karakter Conan. Akting bintang pendukung lainnya juga bisa dibilang bagus. Tapi menurut gua tidak ada yg istimewa dengan film ini, visual efeknya terlihat biasa saja, maklum ini bukan produksi hollywood. Visualisasi makhluk nerakanya mengingatkan gua pada makhluk piaraan Hades di film Percy Jackson. Adegan aksi, sinematografi, dan scoring tidak ada yang memorable. Setting akhir abad ke-16 mengingatkan kita pada film Van Helsing ataupun Bram Stoker's Dracula, meskipun ini bukan film Vampire.

Film ini biasa banget, gua ga bisa mencela lebih banyak karena bermain di alur yang "aman"..
6 out of 10 stars

19 April 2010

The beginning of the beginning of a memoir

@Puri XXI, studio 2, April 18 2010, 1425 hrs

Ewan McGregor, mendapatkan pekerjaan untuk melanjutkan penulisan memoir mantan perdana menteri Inggris, Adam Lang (Pierce Brosnan), karena penulis sebelumnya McAra ditemukan tewas di pinggir pantai. Di kediaman Lang, dia bertemu dengan sang sekretaris Amelia Bly (Kim Cattrall) dan juga istri Lang, Ruth (Olivia Williams). Amelia memberikannya setumpuk manuskrip memoir tebal yg harus dikerjakan tanpa boleh dibawa keluar ruangan kerja Lang. Selain itu dia menemukan foto-foto masa kuliah Lang bersama seorang agen CIA, Paul Emmett (Tom Wilkinson). Keingintahuan yg besar membawanya masuk ke dalam sebuah permainan teka-teki yg penuh misteri, mulai dari kematian McAra yg belum jelas, bungkamnya Paul Emmett mengenai foto tersebut, sampai orang tak dikenal yg mengikutinya. Sebetulnya, rahasia terpendam apakah yg ada di dalam memoir itu?

Sebuah film berbau politik besutan Roman Polanski memang selalu identik dengan "soft" thriller klasik. Cinematografi yg sederhana dan scoring karya Alexander Desplat sangat mendukung hal tersebut meskipun settingnya berlatar belakang masa kini. Dari segi akting, hampir semua cast bermain bagus, kecuali Kim Cattrall yg dipaksa untuk berakting dengan aksen "british", namun gagal.
Tapi sayang Polanski belum berani untuk mengeksekusi film ini lebih eksplisit, bahkan ending yg disajikan terasa "gampang". Kejahatan yg terjadi tidak pernah diperlihatkan secara detail bagaimana dan siapa pelakunya, meskipun penonton dapat berasumsi sendiri mengenai hal itu.
Harus diakui, Polanski selalu membawa filmnya ke dalam alur yg lambat. Karyanya memang berbeda dengan film thriller hollywood masa kini yg penuh dengan adegan mengejutkan karena tata suara yg "booming". Meskipun begitu, film berdurasi 125 menit ini masih asik untuk diikuti sampai akhir, sedikit demi sedikit sampai rahasia memoir yg dapat ditebak sebelum film berakhir. Tapi ternyata rahasia memoir bukan menjadi inti dari film ini, perlu waktu buat gua untuk merenung sebentar, sebetulnya apa sih yg ingin disampaikan oleh Polanski. Hmmm.... sebuah konspirasi politik yg telah menjadi rahasia umum sekarang ini tentunya!

7 out of 10 stars...

Trust no one, trade for everything, get the book, and save your faith...

@Puri XXI, studio 1, April 18 2010, 1215 hrs

Eli, seorang pengelana (Denzel Washington) yg tidak jelas asal-usulnya melewati padang gurun di jaman runtuhnya peradaban umat manusia. Sampai ia akhirnya tiba di sebuah kota yg di"kuasai" oleh Carnegie (Gary Oldman). Carnegie terobsesi mencari sebuah buku yg dianggapnya bisa dipakai untuk mengendalikan seluruh umat manusia, dan secara tidak sengaja dia mengetahui dari Solara (Mila Kunis) kalau Eli menyimpan buku yg dicarinya itu. Solara adalah anak dari Claudia (Jennifer Beals), wanita buta yg menjadi "piaraan" Carnegie atau apa pun sebutannya. Carnegie bisa mengendalikan kota itu karena dia mengetahui sumber air yg tersisa, dan hanya dia pula yg bisa membaca. 30 tahun setelah kehancuran peradaban manusia, hanya tinggal generasi tua saja yg bisa membaca, di antaranya Carnegie, Eli dan Claudia. Uang tidak dipakai lagi sebagai alat pertukaran, melainkan barang-barang yg tersisa dari peradaban masa lalu, mulai dari kain, bumbu kentucky, sabun, sampo, atau apa pun yg berguna. Tidak ada daging ataupun roti yg dimakan.
Eli sendiri memulai perjalanan karena adanya bisikan yg menyuruhnya untuk membawa "buku" tersebut ke daerah barat, dan dia bertekad untuk mempertahankannya dari siapa pun. Apa sebetulnya buku itu? dan berhasilkah Eli menuju ke daerah barat?

Overall gua suka dengan visualisasi film yang bernuansa sephia ini dengan scoring berirama padang gurun bercampur religi. "Desir pasir di padang tandus.... segersang pemikiran hati... " nah loh koq jadi ayat-ayat cinta, hehehehehe. Di beberapa bagian film ini terasa banyak "berceramah" tentang agama lewat kalimat-kalimat yg terlontar dari mulut Eli dan Carnegie. Kelemahan terbesar adalah banyak adegan yg menimbulkan banyak pertanyaan, menyebabkannya sebelas dua belas dengan Percy Jackson.
Eli sebagai seorang pengelana jagoan yg pintar bertarung dengan pedang, menembak, memanah sekaligus "berceramah", menimbulkan tanda tanya besar, siapakah dia sebenarnya?? Apalagi dengan ending di mana Eli memakai jubah seperti itu. Begitu pula Carnegie yg begitu ambisius dan tangan besi dia mengandalkan segala macam cara supaya bisa mendapatkan "buku" tersebut. Latar belakang kedua tokoh tersebut tidak tergambar dengan jelas.
Bahkan setting film hanya disebutkan 30 tahun setelah kehancuran peradaban manusia karena peperangan, peperangan semacam apa? Hughes bersaudara sebagai sutradara terasa pelit sekali mengelaborasi bagian ini. Padahal dengan durasi 115 menit, gua pikir penonton tidak berkeberatan bila durasinya ditambah 10-15 menit lagi untuk menjelaskan semuanya. Film serupa, I am Legend jauh lebih baik dalam hal yg satu ini. Berbeda dengan setting I am Legend di daerah kota, maka film ini terbatas di padang gurun saja.
Lalu, makanan apakah yg dimakan oleh para penduduk Carnegie? Bagaimana bisa tiba-tiba Solara bisa mengendarai mobil, padahal dia hanya sebagai seorang "pesuruh"? Plus, Solara yg tiba-tiba menjadi jagoan di akhir cerita, i guess Eli trained her well enough in the job training, thru their "journey to the west", hehehehehehe... Ceritanya sendiri kurang orisinil, perjalanan mereka menuju ke daerah barat mengingatkan gua pada cerita Sun Go Kong yg mengawal biksu XuanZang untuk memperoleh sutra agama Buddha, hmmmm.... You'll understand after you watch this movie.

Di luar alur ceritanya yg masih menjadi tanda tanya besar, gua suka karena mengandung moral cerita yg kuat (meskipun agak "berceramah"), scoring yg mendukung, dan tentu saja adegan aksi yg cukup sadis. Akting Gary Oldman memang selalu pas sebagai antagonis, sementara Denzel tampak begitu-begitu saja dengan raut wajahnya yg selalu serius dalam adegan apa pun, dalam film apa pun, bosen ngeliatnya dah!
Ada satu adegan tembak-tembak yg cukup "menggetarkan"! Patut ditonton di bioskop!
Spread the "book" dan save your faith!

7 out of 10 stars...

13 April 2010

The lovely bones - When the time between life and death is so beautiful....

@Pluit Village XXI, studio 4, April 12th 2010, 1515 hrs

Bersetting di tahun 1973, Susie si ikan Salmon (Saoirse Ronan), ABG berusia 14 tahun di pinggiran Pennsylvania yg dibunuh tetangganya yg pedofili, George Harvey (Stanley Tucci). Polisi dan keluarganya sama sekali tidak mempunyai petunjuk siapa yg membunuh Susie dan ke manakah mayatnya dibuang.. Apakah George berhasil ditangkap pada akhirnya?
Well... jangan pernah berpikir kalau film ini sebuah drama misteri-thriller pembunuhan. Not at all!
Bisa dibilang ini adalah drama murni, dengan hampir tidak ada misteri yang tersimpan di dalamnya.

Film berdurasi 125 menit ini sama sekali sekali tidak menampilkan kekelaman kejahatan yg dilakukan seorang Harvey. Bahkan ending cerita pun dibuat se-natural mungkin sebagaimana air mengalir.
Sepertinya sang sutradara, Peter Jackson ingin bermain-main dengan "indah gulana"nya sebuah kematian, di mana ada rentang waktu ketika orang mati berada dalam "lingkungan" antara hidup dan mati. Sebagian keindahan, kemarahan bercampur dendam Susie beserta keluarganya divisualisasikan dalam bentuk CGI. Mungkin buat sebagian besar penonton film ini tidak terlalu berkesan, meskipun akting yg ditampilkan Rachel Weisz (sebagai ibunda Susie), Saoirse dan Stanley di atas rata-rata.. Peran Stanley di sini sedikit banyak mengingatkan gua pada peran Robin Williams yang psikopat dan penyendiri dalam One Hour Photo. Tidak heran Saoirse dan Stanley banyak mendapatkan nominasi di berbagai ajang penghargaan. Jangan lupakan pula penampilan Susan Sarandon yg membuat film ini sedikit lebih ceria. So, film ini punya nilai plus dari segi cast, akting dan visualisasi, tapi dari sisi entertainment, bisa jadi akan ada penonton yg meninggalkan kursinya sebelum film berakhir.

Peter Jackson just want to make a different kind perspective of death and crime, i think it's okay! Even I'm not too impressed, but it's not bad at all..

6 out of 10 stars...




Go to Rome if you don't believe in true love!

@Pluit Junction XXI, studio 2, April 12th 2010, 1300 hrs

Beth (Kristen Bell) adalah seorang kurator muda di musium Guggenheim di kota New York yg kurang beruntung dalam hal percintaan sampai-sampai dia tidak percaya adanya cinta sejati. Suatu hari ia terbang ke Roma untuk menghadiri pesta pernikahan adiknya, Joan (Alexis Dziena). Di pesta itu ia bertemu dengan Nick (Josh Duhamel), namun kecewa karena melihat Nick berciuman dengan seorang wanita di depan air mancur cinta (Trevi Fountain, fountain of love). Sambil marah-marah dan mabuk, dia pun mengambil 5 koin dari dasar kolam air mancur. Sebuah keajaiban pun terjadi, beberapa orang pria mengejarnya sampai ke NY karena koin mereka yg diambil. Selain Nick, ada model narsis Gale (Dax Shepard), pelukis Antonio (Will Arnett), pesulap jalanan Lance (Jon Heder), dan konglomerat Al Russo (Danny DeVito).

Kecantikan Kristen Bell (Forgetting Sarah Marshall) dan ketampanan Josh Duhamel (Ted Hamilton, Transformers) tidak dapat menyelamatkan film ini ke arah yg lebih baik meskipun chemistry antara keduanya cukup baik. Tidak bisa disalahkan karena alur film berdurasi 90 menit ini tergolong klise seperti komedi romantis pada umumnya. Seorang gadis cantik tapi kurang beruntung dalam percintaan kemudian bertemu dengan pangeran pujaan hatinya...
Paruh pertama film ini memang berhasil menghibur penonton, namun selanjutnya gua merasa terganggu dengan karakter pria pengejar Beth yang dapat muncul di mana saja secara berbarengan membuat alurnya sedikit absurd dan selanjutnya terjebak dalam komedi slapstik, seperti Nick yg sering menabrak tiang dan jatuh ke dalam lobang. Ditambah ending yg sudah bisa dibaca oleh semua penonton. Agak mengherankan juga bila film komedi ini disutradarai oleh Mark Steven Johnson yg menyutradarai film-film aksi seperti Ghost Rider dan Daredevil. Well, penampilan Danny DeVito dan Angelica Huston bisa memberikan sedikit warna-warni pada film ini.

Satu hal yg gua suka di film ini adalah soundtracknya yg dihiasi oleh penyanyi baru sampai yg sudah populer seperti Katy Perry, Jason Mraz dan Matchbox 20., sampai lagu Ave Maria. Kemudian musium Guggenheim mengingatkan gua pada film the International yg mengambil setting yg sama.

So guys and gals, if you don't believe in true love, maybe you have go to Rome?

not a new comedy theme, but quite entertaining...
6 out of 10 stars...

Membongkar kejahatan polisi korup ala Dante Lam

@Seasons City XXI, studio 2, April 11th 2010, 1440 hrs

Kapten Manfred (Leon Lai) dari unit kejahatan mendapat tugas untuk menyelidiki kasus pembunuhan seorang prostitusi. Bersamaan dengan itu Inspektur Kee (Richie Ren) dari bagian narkotika meminta bantuannya untuk menangkap geng pencopet jalanan yg mencuri telepon seluler anak buahnya yang berisi informasi kasus narkotika. Namun penyelidikan Manfred menemukan hambatan ketika ditemukannya DNA salah seorang anak buahnya di tempat terjadinya pembunuhan. Bahkan banyak anak buahnya yang terbunuh ketika mengintai transaksi narkotika. Manfred mengendus adanya konspirasi di balik kegagalan tersebut. Lalu, siapakah dalang di balik semua ini dan apa motivasinya? Sebuah film thriller kepolisian yg menarik untuk disimak...

Film bertema kepolisian merupakan salah satu genre yg paling sering diproduksi sineas HongKong silat akhir-akhir ini, selain film silat tentunya. Rupanya genre ini menjadi favorit Dante Lam, sang sutradara. Tahun lalu ia membesut film sejenis berjudul Sniper yang juga dibintangi oleh Richie Ren. Bisa dibilang film berdurasi 110 menit ini lebih baik daripada Sniper, dari segi akting, cerita dan aksi tentunya. Ada satu adegan tembak-menembak yg berhasil dibangun dan cukup memorable untuk dibandingkan dengan film Hollywood sekalipun. Leon Lai berperan bagus sebagai polisi yg frustasi dan temperamental, namun kurang diimbangi oleh akting Richie Ren dengan ekspresi wajahnya yang selalu datar. Meskipun penampilan Richie pas dengan karakter polisi yg parlente bertolak belakang dengan karakter Leon yg berantakan. Bukan sebuah film yg ringan dengan pesan moral "bad cop, good cop". Masih di bawah level Infernal Affairs, mengusung nuansa thriller dengan "pace" yg cukup cepat dan tidak membosankan, sedari awal ditampilkan layaknya puzzle yg kemudian dirangkai menjadi satu menjelang akhir film, meskipun begitu tidak ada twisted ending dalam film ini, karena penonton sudah diberi tahu secara implisit siapa karakter antagonisnya.

7 out 0f 10 stars

05 April 2010

Kisah Perseus, si anak haram dewa Zeus


@Pluit Junction XXI, studio 1, April 4th 2010, 1440 hrs