29 Juni 2010

what A coincidence TEAM!!

@Puri XXI, studio 5, June 28th 2010, 1915 hrs

Honestly, the plot is kinda dragging at first, and the rest... everything goes easy, unclear and so coincidence...
Hannibal Smith (Liam Neeson) yg berusaha menyelamatkan Peck (Bradley Cooper) dalam sebuah misi yg ga jelas di gurun Meksiko, bertemu dengan Baracus (Quinton Jackson) secara kebetulan. Dan mengajaknya untuk bergabung dalam tim, si B.A. yg keliatan tolol ini emang bener-bener tolol ngikut gitu aja tanpa banyak tanya mau ke mana. Setelah berhasil menyelamatkan Peck (tentunya....) dengan cara yg gila, mereka menuju ke rumah sakit untuk "merekrut" salah satu personil lagi bernama Murdock yg "sedikit" gila tapi jago menerbangkan pesawat. Entah gimana caranya si Hannibal tau kalau Murdock bisa ada di sana, yg jelas mereka berhasil melarikan diri dari kejaran mafia meksiko dengan helikopter yg (kebetulan) diparkir di halaman rumah sakit.

Cerita pun bergeser 8 tahun kemudian di Irak, di mana tim (kebetulan) Hannibal sudah berhasil lebih dari 80 operasi yg diberikan kepada mereka. Jendral Morrison (Gerald McRaney) menugaskan mereka untuk mengambil plat cetakan mata uang dollar dari tangan anak buah Saddam Husein. Waittzzz.... Hannibal cs. di Irak? Hmmm, kayaknya gua tau kenapa film ini kurang "ngesot" di tangga box-office Amrik. Padahal film-film seperti The Kingdom, Body of Lies, dan Green Zone sendiri kurang berhasil mendulang dollar dan tidak populer di mata penonton domestik, tapi Hollywood kaga bosen-bosennya mengambil setting perang Irak. Well, Hollywood never learn from its mistakes! Keliatannya si Ridley Scott dan sodaranya, Tony Scott yg duduk sebagai produser emang seneng banget membuat film-film bersetting Irak. Mungkin saja mereka punya dendam atau trauma perang.

Lanjut... Hannibal cs. pun berhasil merebut container plat cetakan tersebut karena (kebetulan) apa yg terjadi di lapangan sama dengan yg sudah direncanakan semula. Tapi rupanya container tersebut meledak dekat mereka. Jeep yg dikendarai oleh Morrison juga ikut meledak dan jendral itu pun meninggal. Rupanya mereka telah dikhianati oleh Pike, kepala unit Black Forrest di Irak yg ga jelas fungsinya apa.
Kemudian ada pula Kapten Sosa (Jessica Biel) yg ga jelas kerjaannya (yang gua tangkep kalau dia menyuruh Hannibal cs. untuk tidak menerima misi tersebut dari awal, sepertinya Sosa ini bertugas di "warning and preventing division" kali yakkk...) dan (kebetulan) adalah mantan pacar Peck, juga dituduh terlibat dalam kegagalan misi tersebut . Sosa diturunkan pangkatnya menjadi letnan. Aneh bin ajaib kapten eh letnan yg satu ini, selalu dikawal ama 2 orang prajurit (ajudan) yg terlihat bodoh, padahal udah turun pangkat. Yah, mungkin (kebetulan) dia punya gaji yg besar untuk menggaji 2 orang ajudan kale....... Sedangkan Hannibal cs. pun dipenjara secara terpisah.

Waktu si Hannibal dipenjara dia dikunjungi oleh seorang anggota CIA bernama Lynch (Patrick Wilson) yg menolongnya untuk melarikan diri. Sampai di sini keberadaan Lynch udah mencurgikan, koq bisa-bisanya seorang agen CIA bergaya bos gitu yak?? Sampai di akhir cerita (ga mungkin gua bocorin donk..), ternyata CIA yg katanya hebat itu bisa kebobolan juga ama Lynch ini. Yah, mungkin (kebetulan) CIA lagi lemot kaleee....

Gimana dengan endingnya? Tentu saja, mereka semua berhasil menangkap si pengkhianat, karena (lagi-lagi) kebetulan (hampir) semuanya berjalan sesuai dengan rencana mereka.

Film berdurasi 117 menit ini banyak mengusung adegan aksi yg cukup spektakuler, gua pribadi suka banget dengan adegan helikopter, tanker terbang, sampai kapal kargo yg meledak luluh lantak. Semua adegan aksinya terkesan : "engga mungkin banget.... "but hey... (kebetulan) ini kan sebuah film aksi toh?? Semuanya harus mungkin!!
Alurnya memang mirip banget dengan film yg gua tonton bulan lalu, The Losers, tentunya konten aksi di film jauh lebih spektakuler, upss.... jauh lebih tak mungkin tepatnya, hehehehe...

Akhir kata, lepaskan logika Anda, nikmati aja setiap adegan aksinya.... yah kalau (kebetulan) Anda sedang lelah dan jenuh inilah film yg cocok untuk ditonton!
7 out of 10 stars

2 orang pemeran serial tv-nya yg kaga gua tau namanya juga tampil sebagai cameo di akhir film ini, so jangan beranjak dari tempat duduk Anda sebelum film ini benar-benar berakhir!

24 Juni 2010

Tanah Air Beta : Sebuah idealisme tanpa rasa nasionalisme

@Karawaci 21, studio 2, Jun 23rd 2010, 1845 hrs

Tatiana (Alexandra Gottardo) terpisah dengan anak pertamanya, Mauro (Marcel Raymond), saat terjadi kekacauan pasca jajak pendapat 30 Agustus 1999. Akibatnya Mauro masih tinggal di Timor Leste bersama pamannya, sedangkan Tatiana bersama anak perempuannya Merry berhasil mengungsi ke NTT dan tinggal di kamp pengungsian. Di sana Tatiana bersahabat dengan Abubakar (Asrul Dahlan) sekaligus mengajar anak-anak pengungsi, salah satunya bernama Carlo. Carlo anak yg iseng dan jahil sering menggangu Merry (Griffit Patricia) pada saat pelajaran. Pada dasarnya, Carlo adalah anak yg kurang perhatian karena sudah ditinggal keluarganya.
Setelah keadaan mereda, Tatiana bersama Abubakar naik motor ke perbatasan Motain (antara NTT-Timor Leste) untuk mencari Mauro dengan menitip pesan melalui relawan (Lukman Sardi) yg bertugas di sana.
Melalui pesan relawan diketahui kalau Mauro masi hidup namun hanya mau bertemu dengan Merry, tapi tidak dengan Tatiana yg telah meninggalkannya, .
Merry yg mengetahui hal tersebut pun pergi seorang diri meninggalkan kamp pengungsi menuju ke perbatasan untuk menemui Mauro. Tatiana yg sedang sakit ditemani oleh Abubakar menyuruh Carlo mencari Merry. Di sinilah perjalanan mereka dimulai menuju ke perbatasan menemui Mauro....

Sebuah cerita yg sangat sederhana dengan jumlah pemain yg minim. Seperti halnya film Denias dan KING, cinematografi film ini juga menjadi unsur yg penting. Kamera menangkap alam NTT yg tandus dan gersang, namun masih menyimpan sejuta harapan. Anak-anak pengungsi ditampilkan seadanya. Bahkan demi perannya di film ini, Alexandra Gottardo harus merelakan kulitnya "dihitamkan" dan mempelajari dialek bahasa NTT. Gua pribadi kurang suka melihat raut wajah tokoh Merry yg murung terus, apa ga ada anak perempuan lain yg lebih enak dilihat yah?? Belum lagi dialog yg keluar dari mulutnya terasa kaku. Meskipun akting Griffit dan Alexandra kaga jelek-jelek amat tapi gua merasa tidak ada emosi yg terpancar dari karakter mereka. Penonton tidak dapat bersimpati atas kesedihan yg dialami. Justru akting yg bagus dan natural adalah pemeran Carlo. Kepolosan dan bumbu jenaka disuguhkan melalui karakter yg satu ini, juga Abubakar.
Namun film ini tidak lepas dari sedikit kejanggalan seperti penampilan Robby Temewu dan Thessa Kaunang sebagai engkoh dan encik Rin, pasangan Tionghoa yg membuka toko kelontong di daerah kamp pengungsi. Koq bisa ada satu toko segede itu di daerah kamp pengungsi, ada yg beli gitu?? pastinya barang-barang yg dijual udah expired semua karena ga laku. Yg jelas peran mereka berdua tidak terlalu penting penting. Lukman Sardi (bosen ngeliat aktor satu ini yg muncul dengan secuil peran di banyak film) sebagai relawan juga ga penting sih, mungkin supaya film ini dipenuhi aktor-aktris terkenal untuk menarik penonton.
Kontinuitas setting terasa tidak nyambung, di mana Merry diperlihatkan selalu berlari-larian dari satu tempat ke tempat lain mulai dari kamp pengungsi, sungai tempat anak-anak bermain, toko kelontong, puskesmas dan pantai.
Bahkan sangat tidak masuk akal ketika Abubakar menyuruh Carlo mencari Tatiana sampai ke perbatasan, tanpa diberi uang sepeser pun apalagi makanan atau minuman. Emangnya deket?? Sehingga Carlo harus berjalan kaki dan berlari-larian tanpa makanan dan minuman, dan hebatnya dia tampak sehat-sehat saja ketika menemukan Merry yg pingsan! Sekedar informasi, padahal Merry dibekali sebatang coklat dan sebotol minuman (yg tidak ada merk-nya karena tidak menjadi sponsor film ini) dan uang celengannya untuk ongkos transport.
Adegan pertemuan antara Merry dan Mauro pun terlihat kaku dan aneh..... apalagi kumpulan para pengungsi yg sedang bertemu dengan keluarganya, terlihat tidak natural.

Ari Sihasale sebagai sutradara sekaligus produser bersama sang istri Nia Zulkarnain (di bawah Alenia pictures) memang sudah berjanji untuk tidak memasukkan unsur politis ke dalam film ini. Sepertinya itu menjadi bumerang tersendiri, mengingat judulnya tersirat semangat nasionalisme, tapi isinya hanya sebuah drama "road trip". Akhirnya kata-kata "tanah air beta" hanya menjadi bagian dari nyanyian penutup yang dilantunkan oleh juara Idol Mike Mohede.
Mungkin film ini lebih pantas diberi judul "Perjalanan menuju perbatasan" atau "Kutemui kakakku di perbatasan". Dibandingkan alur cerita film KING yg merupakan debut penyutradaraan Ale, film ini terlihat lebih kalem dan datar. Bisa jadi ada penonton yg tertidur ketika menyaksikannya.
Tapi gimanapun juga, film ini berhasil menyampaikan misinya kalau ikatan kekeluargaan, memang tidak dapat dipisahkan dan tentunya.... jangan lupa cuci tangan Anda sebelum makan! Begitu pesan dari sponsor sabun mandi yg satu itu!
Buat anak-anak di luar sana jangan pernah meniru adegan tolol di film ini, di mana Carlo mengisi botol minuman plastik yg kosong dengan air panas sampai botolnya penyett.... dan meminumnya dari sana. Air itu telah terkontaminasi dan beracun oleh bahan kimia dari botol plastik tersebut!!!

Obrigado = terima kasih (bahasa Portugis)

5.5 out 10 stars...

N.B : setau gua kata "beta" itu berasal dari Ambon (Maluku), ini kan NTT?? Apakah bahasa origin Maluku dan NTT sama?

21 Juni 2010

gaya hura-hura 4 wanita paruh baya di abu dhabi...

@Platinum XXI, studio 4, Jun18th 2010, 1815 hrs

Memang sudah menjadi kebiasaan hollywood, bila film pertama sukses melebihi ekpektasi maka sekuel pun berlanjut. Demikian pula dengan yg satu ini, ketika film pertamanya yang beredar tepat 2 tahun lalu meraup lebih dari 400juta dollar dalam peredarannya di seluruh dunia.
Kali ini petualang Carrie (Sarah Jessica Parker), Samantha (Kim Cattrall), Charlotte (Kristin Davis) dan Miranda (Cynthia Nixon) berlanjut ke Abu Dhabi, dikarenakan Samantha mendapat pekerjaan dari Sheik Khalid sebagai humas hotel baru Sheik di sana. Koq bisa?? yup, gara-gara si Jerry (Jason Lewis), mantan Samantha yg sedang launching film terbarunya berjudul "Heart of the dessert" mengajaknya bertemu Sheik, dan Jerry bercerita kalau Samantha-lah yg berhasil mengorbitkannya... Mengorbitkan seorang model menjadi aktor rupanya sama dengan pekerjaan humas hotel toh.... Trus, Samantha yg ga jelas kerjaannya apa, langsung mengiyakan dengan syarat dia boleh membawa 3 sahabat wanitanya dan gratis tis tis!!!
Keliatannya Sheik yg satu ini emang bego sekaligus murah hati karena percaya kepada orang yg baru berhasil mengorbitkan 1 orang model menjadi aktor, dan memberikan perjalanan kelas satu bahkan sebelum orang itu bekerja.

Terbanglah mereka ke Abu dhabi, waittt..... apakah selama 140 menit penonton akan disuguhi sajian eksotis kota Abu dhabi? No..no..no.... 15 menit pertama penonton disajikan sebuah pernikahan ala dongeng angsa putih antara Stanford (sahabat gay 4 wanita itu) dan Anthony. Bisa jadi, sepersepuluh biaya produksi film ini dipakai untuk adegan itu, apalagi honor untuk Liza Minnelli yg muncul sebagai cameo. Selanjutnya, sekitar 45 menit penonton dicekoki dialog antara Carrie dengan Mr. Big yg sudah menikah hampir 2 tahun, dengan selingan cerita 3 wanita yg lain tentunya. Carrie komplain karena Big selalu membeli makan malam bungkus untuk dibawa pulang. Keliatannya Carrie ini adalah istri pemalas, ga bisa masak (bahkan dalam satu adegan Big yg memasak makan malam), kerjanya hanya komplain, padahal dia tampak tidak sibuk, mengingat dia adalah penulis yg (hampir) tiap hari di rumah aja, ckckckck.... Trus, dia juga komplain Big yg membeli tv flat dan nonton tivi mulu setelah pulang kerja. Bla bla bla.... masalah Carrie di sini serasa dibesar-besarkan padahal tidak penting dan tergolong cemen. Problema ketiga sahabatnya yg lain tidak kalah ga penting juga. Samantha yg ga jelas kerja apaan, cuman jadi sekretaris menopause. Sementara Miranda yg bermasalah dengan bosnya yg suka mengangkat tangannya untuk mendiamkan Miranda (ga penting banget kan??), dan Charlotte yg nangis bombay karena ga mampu mengurus anaknya yang nangis mulu, rupanya anak dan ibu mempunyai hobi yang sama. Dia juga merasa terganggu oleh pengasuh anaknya, Erin yg bertoket gede, karena takut suaminya akan selingkuh dengan Erin.

Akhirnya setelah durasi bergulir 1 jam (dari total 140 menit), keempat wanita itu terbang juga ke Abu Dhabi dengan pesawat bo'ongan yg di-desain seperti airbus A-380, dan tiba di bandara internasional Abu Dhabi yg juga bo'ongan.... menuju hotel dengan latar belakang kota Abu Dhabi yg (lagi-lagi) bo'ongan. Kayaknya sih hotel dan kolam renangnya aja yg kaga bo'ongan, onta dan padang pasirnya juga asli lohhh...... Ternyata mereka dilarang untuk shooting di UEA untuk film ini, rupanya biaya produksi 100juta dollar lebih banyak dihabiskan untuk setting bo'ong-bo'ongan. Jangan dilupakan juga Jessica Parker yang dibayar 15juta dollar, di mana dia juga duduk di bangku produser.

Carrie bertemu dengan Aidan (John Corbett) ketika dia sedang berjalan di tengah pasar Abu Dhabi (yg ini juga bo'ongan) dan saling berciuman. Karena merasa bersalah dia pun mengaku kepada Big melalui telepon. Di lain pihak, Samantha dituntut oleh penduduk lokal karena bercinta di pinggir pantai bersama pria bule lain. Dan Sheik harus membebaskannya dari penjara, sebagai ganjarannya mereka harus membayar sendiri semua biaya hotel yg muahallll. Karena tidak mampu, 4 wanita itu pun kalang kabut dan buru-buru berkemas untuk pulang ke NY.

Sebuah film ringan yg "hanya" bercerita tentang perjalanan penuh hura-hura dari ke-4 tokoh utamanya tanpa ada kesimpulan di mana semua masalah dapat terselesaikan dengan mudah. pada akhirnya... Big yg memaafkan Carrie dan keduanya pun berusaha toleransi, Miranda berhasil mendapat kerja baru lagi, Charlotte tidak perlu kuatir dengan Erin karena Erin lebih tertarik dengan pengasuh wanita lain yg tak kalah seksi juga, dan Samantha... tetep ga jelas kerja apaan, oke lah kalau begitu....
Dari alur cerita, terlihat sekali Michael Patrick King sebagai penulis dan sutradara terpaksa menulis sekuel ini. Pekerjaan baru yg diperoleh Samantha di Abu Dhabi hanyalah sebuah kedok supaya tidak bosan suting di kota New York, meski pada akhirnya tidak diijinkan juga, kasiann..... Biaya produksi yg terlalu besar sudah pasti banyak terbuang kostum mereka yg ribet banget, bayangin untuk jalan-jalan di padang pasir perlu gonta ganti baju segala??

5.5 out of 10 stars.... just another TV episode with bigger cost and camels!

16 Juni 2010

Run Dastan! Run...!!

@Karawaci 21, studio 1, June 15th 2010, 1830 hrs

Dastan kecil diangkat menjadi salah satu pangeran Persia oleh raja Sharaman karena keberaniannya ketika membela temannya, Bis. 15 tahun kemudian, bersama dengan saudara angkatnya Garsiv and Tus, Dastan (Jake Gyllenhaal) menyerbu kota suci Alamut. Berdasarkan informasi mata-mata Nizam (Ben Kingsley), yg merupakan saudara raja Sharaman (Ronald Pickup), paman dari Garsiv (Toby Kebbell) dan Tus (Richard Coyle), Alamut dicurigai telah menjual senjata kepada musuh Persia.
Selama perperangan itu, Dastan berhasil mengambil pisau belati keramat Alamut, dan putri Tamina (Gemma Arterton) juga ditangkap untuk diserahkan menjadi istri Tus. Atas kemenangannya, Dastan menghadiahkan jubah pendeta Alamut kepada Sharaman. Ternyata jubah itu telah diracuni sehingga raja pun meninggal. Dastan kabur bersama Tamina dan menjadi buronan, sambil membawa belati keramat berisi pasir yg dapat memundurkan waktu beberapa saat kalau ditekan bagian ujungnya.

Dengan melihat trailer-nya saja, kita dapat menebak kalau film ini 100% persen akan memanjakan mata dan telinga penonton. Disutradarai oleh Mike Newell (Harry Potter Goblet of Fire) dan Jerry Bruckheimer duduk sebagai produsernya, film ini tidak membuang waktu banyak dalam bercerita, wes sewes sewes bablasss angine... Penonton tidak diberi waktu banyak untuk berpikir karena aksi demi aksi disuguhkan secara cepat. Tidak ada pedalaman karakter, di mana tokoh protagonisnya tidak dapat menarik simpati penonton dan sebaliknya tokoh antagonis tidak membuat penonton untuk membencinya.
Jake Gyllenhaal yg terlihat ketuaan untuk karakternya di film ini, dikabarkan melakukan sendiri aksi loncat-meloncat ala Parkour di film ini. Ditambah adegan bergelantungan dan semburan api mirip debus, sebetulnya lebih mirip sebuah sirkus. Adegan lompat-melompat Dastan kecil dan Bis di pasar masih kalah menarik dari adegan ketika Jaden Smith dikejar oleh gerombolan anak-anak lokal di film Karate Kid.
Sedangkan penampilan Gemma tidak jauh berbeda dari filmnya yg terakhir Clash of the titans. Putri Tamina adalah satu-satunya tokoh wanita sentral di film ini, tidak terlihat istri raja maupun istri pangeran Tus, padahal disebutkan Tus telah memiliki istri banyak. Bahkan asal-usul Putri Tamina sendiri tidak digambarkan terlalu jelas.

Salah satu keanehan film ini adalah dialognya yg kental dengan aksen British padahal film ini ber-setting timur tengah. Tak bisa dipungkiri karena hampir semua pemerannya adalah kelahiran Inggris, mulai dari Gemma Arterton, Ben Kingsley, Reece Ritchie (pemeran Bis, pernah bermain dalam the lovely bones), pemeran raja Sharaman, Garsiv, Tus, kecuali Jake Gyllenhaal yg berasal dari Hollywood namun terpengaruh ikut beraksen Inggris dalam setiap dialognya. Hmm... Prince of Brittania??
Sebetulnya akan tertebak dengan mudah bagaimana semua konflik di film ini akan diselesaikan, hanya caranya saja yg tidak terpikirkan, karena film ini memang tidak perlu dicerna terlalu dalam. Mungkin penonton akan bertanya-tanya kenapa pisau belati menjadi kosong setelah keadaan telah kembali ke semula, padahal seharusnya berisi pasir seperti waktu pertama kali diambil oleh Dastan dari putri Tamina.

Well, as i said, this movie is 100% for your eyes and ears only, not for your brain...
7 out of 10 stars

14 Juni 2010

It's not karate, mom!

@Blitzmegaplex Central Park, audi 2, Jun 13th 2010, 1600 hrs

Waktu pertama kali liat trailer film ini, terus terang gua rada underestimate, apalagi sebuah remake (meski sebetulnya gua ga inget juga dengan film aslinya), di mana tahun ini Hollywood udah betul-betul kekurangan ide pembuatan film, remake, sekuel, prekuel, or what ever they call it. Kurang sreg juga melihat aktor kulit hitam "memainkan" kungfu, sori agak rasis kedengerannya. Apalagi trailer-nya sama sekali kurang menggigit, tidak seperti summer movies yg lain, katakanlah Iron Man 2 dan Prince of Persia.
Plus, gua agak trauma dengan film-film produksi Hollywood dengan aktor Asia sebagai pemeran utamanya, seperti Jet Li dan Chow yun-fat....

Dre Parker (Jaden Smith), beserta ibunya (Taraji P. Henson, agak kurusan di sini dibandingkan dalam film Benjamin Button) pindah dari Detroit ke Beijing. Di lingkungan tempat tinggalnya dia berkenalan dengan anak bule dan bertemu love-interest-nya, Meiying. Namun sial, dia dibuli(dikerjai) habis-habisan oleh sekelompok anak lokal yg jago kungfu. Suatu ketika Dre ditolong oleh Han (Jackie Chan) ketika akan dipukuli oleh anak-anak lokal itu, dan mereka berdua pun menemui Master Li, guru kungfu anak-anak tersebut. Li adalah seorang guru yg keras, selalu mengajarkan kekerasan dan tanpa ampun bagi lawan, dia menantang Dre untuk melawan murid-muridnya satu persatu. Dan Han pun mengiyakannya untuk bertemu dalam sebuah turnamen kungfu remaja.

Plot film ini memang tidak baru, mirip dengan film pendahulunya. Anak baru, pindah ke kota baru, di sekolah baru malah dikerjain, dilatih oleh seorang master dan dipandang sebelah mata tapi akhirnya menangggg.... Mudah tertebak, itu sebabnya gua meng-underestimate film ini pada awalnya. Tapi persepsi gua berbalik 150 derajat, hehehehe...

Will Smith beserta sang istri yg menjadi produser film ini (KKN juga nih, sekeluarga di film yg sama) berhasil memberikan sentuhan "keluarga" yg cukup dalam sehingga film ini tidak se-cemen film keluarga yg lain, Spy next door misalnya (yg juga dibintangi Jackie Chan). Durasinya memang agak panjang, 140 menit. Cukup detail dalam memperkenalkan karakter Dre dan hubungannya dengan sang ibu. Sempat nge-loss sedikit di bagian tengah, karena terlalu banyak menceritakan hubungan Dre dengan Meiying.
Diselipi dialog dan adegan yg lucu, Jaden berhasil memerankan karakternya di film ini, apalagi gaya dance-nya mengingatkan kita pada Brandon dalam acara Indonesia mencari bakat. Jackie Chan juga tampak pas dan karakternya "lebih berharga" daripada peran-perannya di film Hollywood yg lain.
Scoringnya oke (oleh James Horner) dan lagu-lagunya asik punya, dengan lagu penutup Never say never, sebuah kolaborasi Jaden dengan penyanyi ABG yg sedang heboh, Justin Bieber. Emang sih ga se-momentum lagu Glory of Love. Jelas sekali, kalau film ini betul-betul dikemas untuk penonton belia beserta keluarga mereka, meskipun gua pribadi agak keberatan dengan adegan banting-bantingan untuk film dengan kategori "semua umur".
Bisa dibilang alurnya sangat aman dan dapat diterima oleh penonton tanpa banyak bertanya, tapi satu adegan yg agak maksa ketika Dre kakinya dipukul oleh rival turnamen, dan dalam 2 menit Han sudah bisa mengobati kakinya (meski tidak sembuh). Kayaknya dalam ilmu pengobatan Cina di manapun ga ada tuh yg 2 menit doank, hehehehe.....

Di beberapa (sedikit) bagian, film ini berhasil menjual keindahan alam China yg berpadu dengan modernisasi pembangunan, sayang hanya ditampilkan komplek penyelenggaraan Olimpiade 2008 saja, i think they should go to Shanghai! Setidaknya, buat sebagian penonton Amerika yg mungkin belum mengetahui keberadaan negara tirai bambu itu dapat bergumam : "China is not that old!"

Last but not least... banyak yg bilang film ini lebih cocok diberi judul Kungfu Kid, bahkan dalam satu dialog, Dre berkata kepada ibunya : "it's not karate,mom!"
Buat gua pribadi, adegan kungfu-nya sendiri cuman mengisi tidak lebih dari 40% durasi film "drama keluarga" ini. Pertarungan di turnamen sedikit mengingatkan gua pada Tekken yg baru ditonton minggu lalu, tapi jelas kedua film ini beda banget.... jauhhhh....
Mungkin film ini lebih cocok diberi judul Lost in Beijing atau For honor and pride kali yak...

An entertaining and valuable family movie...
7.5 out of 10 stars...


09 Juni 2010

TEKKEN : sebuah pertarungan tanpa "rasa"

@Puri XXI, studio 1, Jun 8th 2010, 1950 hrs

Bersetting ketika dunia dikuasai oleh beberapa korporasi raksasa. setelah perang (perang apa?? ga jelas). Amerika sendiri dikuasai oleh perusahaan Tekken yg dipimpin Heihachi Mishima (Cary Hiroyuki-Tagawa). Film dibuka dengan adegan kejar-kejaran dalam kegelapan layaknya film Nayato di sebuah tempat pembuangan sampah yg lebih mirip pabrik besi dengan semburan api di mana-mana. Jin Kazama (diperankan oelh Jon Foo) masih kalah hebat dari Jackie Chan maupun aktor-aktor di film D13. Adegan yg tidak seru itu ditutupi dengan sound efek dan lagu-lagu rock yg berisik. Ternyata Jin ini mencuri barang yg ga jelas apaan untuk diserahkan kepada temannya, dan mendapat bayaran global dollars (lembaran mata uang baru yg mirip dengan uang monopoli).

Jin yg tinggal di Anvil, pinggiran Tekken City (keduanya dibatasi tembok dan dijaga ketat oleh pasukan Tekken yg mirip Darth Vader), pulang ke rumahnya bertemu sang ibu, Jun Kazama.... Terjadi pertengkaran kecil dan ibunya berteriak "Jin, jangan pergi..." Di tengah jalan, Jin dipanggil Kara.. "Hei, Jin!" Dengan penuh nafsu keduanya pun berciuman dengan rated PG, mengingat banyak anak kecil yg menonton film ini. Tiba-tiba saja dia tau kalau rumah ibunya sudah dikepung pasukan Mishima dan buru-buru pulang, maklum Jin dan Jun memang punya ikatan yg kuat, kasian deh Kara ditinggal begitu aja..... Tentunya para penonton sudah dapat menebak apa yg terjadi. Cerita balas dendam usang yg sudah pernah kita lihat di film-film seperti ini, termasuk Chun Li yg terakhir.

Jin pun mengikuti turnamen Iron Fist yg diadakan Tekken setiap tahun, supaya bisa bertemu dengan Mishima dan membalaskan dendamnya. Agak aneh memang, ga jelas Tekken ini perusahaan apaan sehingga mau-maunya ngurusin pertarungan semacam ini. Dalam pertarungan, pada awalnya Jin digebuki habis-habisan oleh Marshall Law. Dalam keadaan teler ia mendapat bisikan kata-kata sang ibu di masa lalu, hebat bin ajaib ia bangkit dan menghajar Law,blasssss... ia pun menang dan terpilih sebagai "people's choice awards" dari Anvil, tapi ga pake polling sms lohh... lagipula gua engga melihat pemakaian handphone di film ini. Makin ga jelas aja setting film ini.

Bersama Steve Fox yg menawarkan diri sebagai manajernya, mereka berdua pun memasuki arena pertarungan Iron Fist. Ada Eddie Gordo, Christie Monteiro, Raven, Yoshimitsu, Bryan Fury, Miguel Rojo, Sergei, dan Williams bersaudara yg semuanya mempunyai sponsor dari korporasi perwakilan mereka, sedangkan Jin adalah perwakilan "people's choice", oke dehhhhh.... Christie dan Williams bersodara adalah peserta wanita di kompetisi ini, mereka bertiga lebih mirip "prostitute" daripada petarung. Lihat aja Christie yg selalu memakai bra dan hot pants leather berbentuk V yg menampilkan belahan bokongnya bagian atas... so excited hmm... Belum lagi, Williams bersodara yg kerjaannya cuman "banging" bersama Kazuya, anak Heihachi yg pengen Tekken diserahkan ke tangannya. Sementara Heihachi sendiri sering memarahi Kazuya sambil berkata, "kamu belum bisa memahami!" Memahami apa juga ga jelas... yg jelas penonton juga tidak paham atas kalimatnya itu.

Aneh memang, sempat terpikir kalau semua peserta bakal diadu satu persatu, bukannya pertarungan adalah inti dari film ini yak?? Christie sendiri hanya bertarung sebentar dengan salah satu dari Williams bersodara dan menang dengan mudah, ya iyalahhhh sesama "prostitute" getu loh...
Jin begitu kesengsem ketika pertama kali melihat Christie, dan penuh nafsu ingin nge-kiss Christie. Rupanya Jin yg mirip dengan Aaron Kwok dan bergaya rambut seperti vokalis yg sedang heboh dengan video pornonya itu, lupa dengan Kara di luar sana... kasian (lagi) dah si Kara.... Abis dengan LM, ada CT, dan siapa lagi yakk.. Abis samaKara, trus Christie, ga sekalian dengan Williams juga??

Singkat kata Kazuya mengetahui siapa jati diri Jin yg sebenarnya dan menginginkannya mati. Dia pun mengadu Jin dengan Bryan Fury. Seperti biasanya di awal pertarungan Jin dipukul sampai bebek belur.... tapi berdarah dikit doank, padahal Bryan adalah seorang cyborg. Di tengah ketelerannya, (lagi-lagi) Jin mendapat bisikan dari ibunya dan denggg...... bangkit, blasss.... mati juga si Bryan. Hubungan ibu dan anak memang tidak terpisahkan oleh waktu dan ruang, itulah pesan moral dari film ini, bravo!!!
Pertarungan terakhir berlangsung Kazuya sendiri dengan Jin, aneh bin ajaib (lagi..) Kazuya yg sepanjang film lebih banyak "banging" bersama Williams bersodara ternyata bisa berantem juga. Emang ada sih satu adegan di mana dia latihan main-main kapak, oke deh kalo begitu....

Siapa sih Jin sebenarnya... tentunya gua ga bakal nulis semuanya donk di sini, gua yakin penonton sudah bisa mengira-ngira, at least bisa menebak hubungan Jin dengan klan Mishima. Sebetulnya ga penting juga sih siapa Jin itu. Semua dialog dan cerita di bagian awal cuman nempel doank. Toh film ini memang hanya bertumpu pada adegan pertarungan yg terasa nanggung koreografinya, jauh dah ama Ip Man. Sama seperti adegan awal, adegan pertarungan yg ga menarik itu ditutupi oleh sound efek dan lagu-lagu rock yg berisik.

Satu yg menarik perhatian gua adalah rambut Jin yg selalu spike di bagian belakang, padahal dia udah dihajar sampe bebek belur, rupanya dia selalu memakai Gatsby strong! Lihat saja dia selalu membawa backpack yg sepertinya kosong, gua yakin banget kalo isinya adalah Gatsby semua!

Well, setidaknya para tokoh di film ini diperankan sesuai dengan rasnya masing-masing, bukan dipaksa menjadi menjadi bule seperti dragon ball.
Sang sutradara, Dwight H.Little (pernah denger namanya sih), rupanya lebih sering menangani episode serial tivi (Dollhouse, 24, the Practice, Prison Break) dan juga satu film layar lebar yg pernah gua tonton, Anacondas : Hunt for Blood Orchid.

Hmmm.....mungkin penonton tidak berkeberatan dengan alur cerita dan penokohannya yg kurang kuat, namun sayang film ini juga gagal dalam menampilkan fighting scene yg maksimal apalagi tidak semua karakter "dipertandingkan", dan hasilnya 5 out of 10 stars.



07 Juni 2010

Robin Longstride, when the legend begins...

@Blitzmegaplex Central Park, audi 10, Jun 6th 2010, 1345 hrs

Adalah seorang pemanah di pasukan Inggris semasa perang salib di abad ke-12 yg dipimpin oleh raja Richard bernama Robin Longstride (Russel Crowe) yang secara sengaja (dan sedikit keberuntungan) menyamar sebagai bangsawan Robert Loxley (Douglas Hodge). Loxley tewas ketika harus mengantarkan mahkota raja Richard yg meninggal dalam peperangan ketika merebut sebuah kastil di Prancis. Sebelum meninggal Loxley menitipkan pesan kepada Robin untuk mengembalikan pedang kepada ayahnya, Walter Loxley (Max von Sydow) di Nottingham. Jadilah Robin sebagai Loxley "palsu" sekaligus suami dari Lady Marion (Cate Blanchett).
Di istana sedang terjadi konflik, raja John yg lemah (lemah pendirian, bukan lemah syawat lho) adik dari King Richard mengambil Isabella, adik King Philippe dari Prancis, sebagai selirnya; dan ditentang oleh ibunya Ratu Eleanor. Sementara King John tidak mengetahui kalau tangan kanannya, Godfrey (Mark Strong) bekerja sama dengan raja Prancis untuk menggulingkan kerajaan Inggris.

Mungkin sebagian besar penonton akan merasa tertipu dengan film besutan Ridley Scott yg berdurasi 135 menit ini. Sepanjang film ini akan bertanya-tanya koq filmnya jadi gini yak? Sebuah film robin hood dengan "cita rasa" Gladiator yg kental... Jujur aja, biarpun judul film ini diganti tidak akan merubah apapun. Penampilan Crowe dan Blanchett memang tidak jelek, namun terkesan tidak perlu dua pemenang Oscar untuk bisa memerankan karakter mereka dengan baik. Apalagi Crowe terlihat tua dan gemuk, tentunya selama ini penonton lebih dekat dengan sosok Robin Hood yg muda dan lincah.
Biasanya karakter yg bagus di sebuah film justru adalah antagonisnya. Yeah... Mark Strong delivers his role quite well enough. Pemeran King John sendiri berhasil memperlihatkan karakternya yg menyebalkan. Yg kurang sreg adalah pemeran King Richard (Danny Huston, Jack Nicholson look a like??) yg agak gendut dan berwajah komedian, padahal diberi julukan "The Lion Heart", hey... i didn't see a "lion" there, aummmmmm....

Kekurangan film ini adalah alurnya yg tidak greget untuk mengajak penonton ingin tahu bagaimana ending atau at least apa yg terjadi selanjutnya. Pidato Robin untuk mengajak para bangsawan Inggris untuk bersatu melawan Prancis sama sekali tidak memorable (masih bagusan pidato presiden Amerika di film Deep Impact ataupun ID4). Pada beberapa bagian terasa agak dimudahkan atau dipaksakan. King John terlalu mudah percaya pada omongan Isabella kalau Godfrey telah mengkhianatinya. Ataupun kebencian King John yg terlalu berlebihan kepada Robin sampai-sampai dijadikan buronan.

Meski begitu, bisa saja juri Oscar akan melirik film ini untuk dinominasikan dalam kategori teknis seperti original score, sound dan art direction.
Dengan biaya produksi 200juta dollar, namun pemasukkannya baru mencapai setengah untuk peredaran domestik setelah 4 minggu. Rasanya pihak Universal harus memberi judul Robin Hood : the legend will not continue....

6.5 out of 10 stars

04 Juni 2010

Look closer... look deeper.... into the OCEANS

@Puri XXI, studio 7, Jun 3rd 2010, 1915 hrs

Akhirnya kesampaian juga gua menonton film berdurasi 100 menit ini... Adalah film dokumenter kedua setelah EARTH yg gua tonton di layar bioskop. Sayang film ini tidak diputar di blitz, pastinya akan lebih puas nontonnya.

Beberapa scene awal terasa agak dragging, satu sama lain terasa tidak saling berhubungan. Mungkin ini kelemahannya bila dibandingkan dengan EARTH yg lebih bagus dalam hal kontinuiti alur cerita, mulai dari kutub utara sampai kutub selatan.
Film dibuka oleh hewan air yg gua bingung apa sebutan mirip komodo atau biawak tapi bisa menyelam ke dalam air?? kemudian ada anjing laut yg sun-bathing sambil guling-gulingan di atas pasir putih, dan banyak dihinggapi lalat-lalat yg mencicipi betapa asinnya kulit mereka...

Selanjutnya penonton sudah mulai menebak-nebak ataupun tidak tahu sama sekali hewan apa yg muncul di layar, mulai dari ikan yg lucu kayak Nemo sampe ikan yg ga jelas lagi bentuknya dan jelek kayak batu karang yg item.

Adegan yg cukup memorable ketika burung-burung (camar kali yak??) menjatuhkan diri ke dalam air bagaikan torpedo yg dijatuhkan dari udara, menyelam untuk menangkap ikan-ikan yg sedang bergerombol di bawah permukaan air laut. Pada saat yg bersamaan ikan-ikan itu juga sedang diburu oleh lumba-lumba.
Tak kalah menariknya adalah adegan "pertarungan" antar lobster dengan kepiting layaknya dua pendekar silat yg beradu cangkang. Mau tau siapa yg menang?? Hmm, nonton sendiri ya..!

Mungkin ada scene yg agak "disturbing" adalah perburuan ikan paus dan hiu, entah apakah adegan tersebut dilegalkan demi pembuatan film ini. Tapi yg jelas untaian kalimat tidak akan cukup mendeskripsikan semua adegan di atas. Perebutan rantai makanan, simbiosis, dan berjuang untuk hidup adalah bagian dari proses kehidupan yang terjadi tidak hanya di darat, tapi juga di dalam lautan.

Diiringi oleh musik klasik dari dentingan piano dan gesekan biola ala Roman Polanski, film ini mengakhiri perjalanannya ketika lautan mengamuk dan mengombang-ngambingkan kapal yg dapat disaksikan dalam film The Perfect Storm. Hanya saja, tanpa visual efek tentunya, semua terjadi secara natural....

Namun semua itu akan punah apabila manusia tidak dapat memeliharanya, dan generasi mendatang akan melihat keanekaragaman biota laut melalui museum ataupun akuarium sea world saja.

Salut buat tim produksi film ini, karena prosesnya tidaklah mudah, diperlukan kesabaran dan tantangan yg jauh lebih besar, karena berhadapan dengan alam dan biota hidup di luar kuasa manusia...

A stunning visualization, a heavenly experience in the OCEANS....
9 out of 10 stars

03 Juni 2010

Rosie Huntington-Whiteley

Who is she?
She is a former Victoria's secret model, will replace Megan Fox in Transformers 3.
Berikut adalah fotonya bila disandingkan dengan Megan Fox.
Michael Bay emang punya selera yg setipe, mulai dari Megan Fox, Isabel Lucas sampai Whiteley.
Soal akting? ga usah ditanya... Mungkin ada yg mau bergabung dalam tim casting-nya Michael Bay? mau banget...


Nah.. ini foto-fotnya yg lain...