30 September 2010

Para burung hantu ga hoole...

@Epicentrum XXI, studio 2, Sept 29th 2010, 1455 hrs

Hmm... gua ga bisa komen banyak tentang film yg satu ini. Ngomongin soal film anak (karena beratifikasi PG alias semua umur), film ini hampir kaga ada lucu-lucunya. It's kinda serious.
Dikisahkan Soren seekor burung hantu muda yg pemimpi, (dialognya disulihsuarakan oleh Jim Sturgess yg terdengar terlalu tua untuk seekor burung muda) dan selalu ingin bertemu dengan penjaga burung hantu dari pohon Ga'hoole karena dipengaruhi oleh cerita sang Ayah. Suatu ketika, Soren dan Klud saudara laki-lakinya diculik oleh burung hantu tua dan besar untuk dijadikan tentara dan budak dari burung hantu yg disebut sebagai "The Pure One" di St. Aggie. Soren berhasil meloloskan diri bersama dengan seekor burung hantu kecil sementara Klud memilih untuk tinggal di sana dan menjadi tentara "The Pure One".
Singkat cerita, Soren pun bertemu dengan 2 ekor burung hantu yg lain, bersama-sama mereka mencari pohon Ga'hoole untuk bertemu dengan "para penjaga" kedamaian kerajaan burung hantu. Tujuan mereka adalah untuk menghalangi ambisi "The Pure One" yg ingin menguasai kerajaan burung hantu. Terjadilah perang antara burung hantu yg beraksi bagaikan Gladiator. Adegan ini cukup seru karena seinget gua belum pernah ada adegan sejenis.

Dari segi cerita film ini tergolong biasa aja (dibandingkan dengan animasi keluaran Walt Disney) meskipun tidak membosankan. Zack Snyder sebagai sutradara bermain sangat aman untuk film anak-anak berdurasi 90 menit ini. Tindakan heroik Soren dan tingkah laku para burung hantu tidak dapat meraih simpati penonton secara maksimal, belum lagi nuansanya terlalu gelap untuk penonton anak-anak.
Poin plus film ini adalah gambar efek animasi 3D yg di atas rata-rata (apalagi kalau ditonton dalam versi 3D), scoring-nya juga oke... Well, menonton film ini seperti Harry Potter versi burung hantu : quite dark, a 'lil bit adventurous, less emotional and not deep enough...

Jangan lupa untuk masuk lebih awal karena ada cuplikan animasi Road Runner selama 5 menit berjudul "Fur of Flying" sebelum film ini diputar...

6.5 out of 10 stars

Resident Evil (3D) : when zombie movie meets predator with lots of matrix slo-mo scenes...

@Epicentrum XXI, studio 1, Sept 29th 2010, 1300 hrs

Finally, i watched movies here, which was advertised has the largest screen in jakarta.. Is it ?? hmmm, it has the greatest capacity among other XXIs (more than 500 seats in studio 1), but definitely not the largest screen... the same size like other XXIs have in their studio 1 or 2, not to mention it's still smaller than blitz CP audi 2 anyway..

Balik ke laptop-nya resident evil..... Well, 15 menit pertama cukup catchy, Alice (Milla Jovovich) bersama kloning-nya menyerbu markas Umbrella yg terletak di bawah tanah Sibuya junction Tokyo. Adegan action dengan serpihan kaca, pecahan tembok, tembakan peluru yg berterbangan dan adegan slow motion ala matrix di-ekspose habis-habisan disini, buat nunjukkin ini lhoooooo kita make teknologi 3D yg sebenarnya, bukan bo'ongan kayak clash of the titan ataupun last airbender, d*mnnn!! Bummmmm.... ended with explosion... tapi Alice keburu di-netralisir oleh suntikan Wesker, pemimpin Umbrella (Shawn Roberts), yg menyebabkan dia kehilangan kekuatan "super"-nya yg disebabkan oleh virus T yg telah bercokol di dalam tubuh Alice.
Selanjutnya Alice terbang ke Alaska, sounds familiar hehh... The Fourth Kind (starred also by Milla) was set here. Di sana dia menemukan Claire (Ali Larter, yg muncul di seri ke-3 RE) yg compang-camping dan kumel, ingin membunuhnya. Di dada Claire tertempel alat berbentuk laba-laba kayak lambang spiderman gitu, yg membuatnya hilang ingatan. Well, singkat kata Alice berhasil "menaklukkan" Claire (padahal dia udah kehilangan kekuatan virus T, aneh...) dan terbanglah mereka dengan kapal terbang kecil milik Alice yg entah bisa menampung berapa liter bensin, bayangin dari Alaska ke Los Angeles!!! Uppss bentar, Claire yg tadi compang-camping dengan muka dekil, berubah jadi kinclong waktu terbang bersama Alice... mungkin si Alice yg baik hati ini telah memandikan dan mencuci baju Claire dengan Rinso anti noda sehingga bersih dalam sekejap!!
Mendaratlah mereka berdua di atas gedung bekas penjara di tengah kota L.A., dan ketemu dengan 7 orang yg masih hidup dan tidak terinfeksi, salah satu di antaranya Chris (Wentworth Miller), kakak Claire. Rupanya dia dipenjara ala prison break oleh Luther (Boris Kodjoe) sang model jam tangan Tag heuer, dkk yg mengangapnya berbahaya. Selama 40menit, bagian ini terasa membosankan dengan dialog-dialog kaku. Singkat kata, akhirnya mereka harus "berperang" dengan seekor(atau seorang) zombie raksasa yg ga jelas dari mana datangnya dan berhasil meruntuhkan gerbang utama penjara. Bukan cuman itu, beberapa ekor zombie yg mempunyai mulut tentakel ala predator yg berhasil "menggali" langit-langit lorong penjara (entah bagaimana mereka bisa loncat dan menggali langit-langit yg cukup tinggi itu??). Pokoke terjadi tembak-tembakan dan bunuh-bunuhan lagi, akhirnya.... tentunya dengan adegan slo-mo yg buuuanyakkkk (kalau memang tidak mau disebut lebai) untuk mempertegas ini adalah film 3D!!! Mereka semua harus mencapai kapal Arcadia di pesisir pantai yg dianggap sebagai tempat teraman dan belum terkontaminasi. Tentunya tokoh-tokoh yg kaga bisa berantem mati bakal mati semua, tidak perlu disebutkan siapa, penonton bakal bisa nebak koq...

Akhirnya film berdurasi 95 menit pun ditutup dengan ending yg menimbulkan pertanyaan : Alice dkk mati ga ya..? mati ga ya..?mati ga yaaaa.....? kita tunggu saja Resident Evil 5 : Alice never dies...

6 out of 10 stars

14 September 2010

The lost ninth legion : Centurion

@Gandaria XXI, studio 1, Sep 13th 2010, 1900 hrs

Centurion, istilah untuk pemimpin 100 prajurit romawi. Centurion Quintus Dias (Michael Fassbender) adalah seorang prajurit barisan depan di perbatasan utara kerajaan romawi di Britania Utara. Suatu malam, benteng pertahanan mereka diserang bangsa Pict (Skotlandia) dan dia pun disandera. Namun Dias berhasil lolos dan bergabung dengan Legiun Romawi ke-9 yg dipimpin Jendral Titus Flavius Virilus (Dominic West) untuk mengalahkan bangsa Pict yg dipimpin oleh Gorlacon (Ulrich Thompson). Namun sialnya pasukan Romawi itu dijebak oleh kawanan bangsa Pict dan hampir semuanya meninggal. Dias bersama beberapa tentara lain yg masih hidup harus bertahan hidup dari kejaran algojo wanita bisu bangsa Pict bernama Etain (Olga Kurylenko).

Sedikit cerita mengenai legiun ke-9 tentara Romawi, legiun ini adalah salah satu yg tertua dan paling ditakuti, dibentuk pada tahun 65 S.M. Namun pada tahun 117 (sesudah masehi), keberadaan legiun ini menghilang begitu saja. Mitos bercampur sejarah mengatakan kalau legiun ini di"habisi" oleh bangsa Pict ketika akan menginvasi Britania Utara. Di akhir film ini dikisahkan kalau Gubernur Agricola (Paul Freeman), memerintahkan kepada bawahannya agar keberadaan legiun ke-9 yg telah gagal menaklukkan Britania Utara dihilangkan dari sejarah.

Tahun depan akan rilis film The Eagle of the Ninth yg dibintangi oleh Channing Tatum dan Mark Strong, bisa dibilang Eagle adalah kelanjutan film Centurion (meskipun secara ofisial bukan), di mana Tatum berperan sebagai putra jendral pemimpin legiun ke-9 yg telah hilang tersebut.

Film yang disutradarai Neil Marshall (Doomsday, Descent, Dog Soldiers) ini didominasi adegan berlari dan kejar-kejaran di hutan dan gunung bersalju dataran tinggi eropa utara yg dihuni rusa dan serigala, sinematografi mempunyai porsi penting untuk yang satu ini. Film berdurasi 95 menit ini diproduksi oleh UK film council dan didanai oleh National Lottery (kapan perfilman kita didanai oleh perusahaan lotere kayak gini??). Biaya produksinya yg dipakai pun tergolong sangat murah. Jadi meskipun berlatar belakang perang romawi, jangan harap film ini akan sekolosal Gladiator ataupun seheboh TROY, mengingat jumlah karakter utamanya tidak terlalu banyak. Durasi adegan legiun ke-9 yg terjebak oleh kepungan bangsa Pict terasa kurang panjang, akibatnya tidak terlalu meninggalkan kesan mendalam, sisanya adalah man-to-man fighting scene. Beberapa adegan memang cukup sadis namun kurang detail (baca : terlalu cepat).
Menonton film ini rasanya kita malah bersimpati kepada bangsa Pict yg diposisikan sebagai bangsa yg berusaha ditaklukkan oleh Romawi sehingga mereka pun melakukan perang gerilya (sounds familiar heh...), coba kalo film ini produksi Hollywood.. bisa beda critanya. Dan hebatnya dengan jumlah yg sedikit itu mereka (Pict) bisa menaklukkan tentara Romawi (yeah.. lpeas dari keakuratan cerita, at least seperti itu yg diceritakan dalam film ini). Bagian awal film ini mungkin agak kabur, tapi berangsur pulih sehingga penonton pun bisa mengikuti ceritanya dengan baik.
Akting para aktor-aktrisnya cukup bagus, dan Olga Kuri-keriting terlihat pas sebagai algojo wanita berdarah dingin yg bisu, she doesn't need any dialogues indeed... Dan Imogen Poots berhasil menjadi scene-stealer sebagai love-interest Dias.

Well guys, if you like war/epic movie (plus history), this one shouldn't be missed. But if you don't, just pass it.

6.5 out of 10 stars...

Boys will be boys, never grow up...

@Gandaria XXI, studio 5, Sep 13th 2010, 1705 hrs

5 orang sahabat yg berkumpul karena meninggalnya pelatih basket mereka semasa duduk di bangku SD. Lenny (Adam Sandler), seorang makelar artis Hollywood yg sukses beristrikan Roxanne (Salma Hayek) dan dikaruniai oleh 3 anak yg manja sekaligus menyebalkan. Eric (Kevin James), pria bertubuh tambun beristrikan Sally (Maria Bello) dan 2 anak yg sedikit aneh. Kurt (Chris Rock), pria berkulit hitam penggangguran yg beristrikan Deanne, wanita berkulit putih campuran dan mempunyai 2 orang anak yg lebih "normal" dibandingkan anak-anak Lenny dan Eric. Marcus (David Spade) masih lajang dan mata keranjang. Rob (Rob Schneider) yg sudah gagal beberapa kali dalam pernikahannya, beristrikan Gloria (Joyce Van Patten) yg lebih cocok jadi ibunya sendiri. Mereka berlima beserta keluarganya menginap di rumah danau yg disewa Lenny untuk mengisi liburan hari kemerdekaan sekaligus mengenang masa kecil mereka..

Harus gua akui film ini memang menghibur, setidaknya dibandingkan dengan semua film musim panas yg telah beredar sebelumnya, yang dipenuhi adegan action bombastis dan visual efek super mahal yg sebetulnya kaga jauh beda antara satu dengan yg lain, belum lagi tema yg kurang membumi dan menjual mimpi. But hey, this movie is not that cheap anyway, it costs 80million bucks in production!
Buat sebagian besar penonton (apalagi penonton wanita) mungkin akan merasa jokes-jokes yg dilontarkan lewat dialog lima sekawan di atas terdengar kasar, kurang ajar, dan kadang vulgar. Tapi yg jelas, film ini gue banget! Kebersamaan yg ditampilkan oleh 5 aktor utama mempunyai chemistry yg bagus, melihat mereka saling cela dan mengejek satu sama lain seperti potret diri gua ketika bersama teman-teman. What is spoken in this movie just happens in my real life. Starting knew each other at school, growing up, till some of them get married and having children, and few is still single, yeah... like me. But they are still boys inside, and sometimes stupid...

Film berdurasi 100 menit ini memang tergolong ringan, bukan cuman persahabatan saja yg digambarkan di sini, ada perbedaan, kebohongan, gengsi, kekalahan, kemenangan dan juga norma keluarga.
I couldn't give more comments, to all of guys out there, i think you should watch this movie with your buddies... only with them, and you will laugh out loud, hmmm... maybe laughing at yourself.

Saskatoon!!
7 out of 10 stars...

Avatar Special Edition in 3D

@Blitzmegaplex Central Park, Audi 1, Sep 13th 2010, 1245 hrs

08 September 2010

Mesrine : Insting pembunuh (bagian pertama)

@Puri XXI, studio 5, Sep 7th 2010, 1915 hrs

Gua suka banget ama film model kayak gini, orang jahat yg suka ngerampok bank... Bercerita tentang hidup Mesrine (diperankan oleh Vincent Cassel), biografi seorang penjahat legendaris Prancis yg beraksi di tahun 1960-an sampe 1970-an. Sebelas dua belas dengan Public Enemies-nya versi Johnny Depp, namun versi Prancis ini jauh lebih "dinamis" dan tidak membosankan. Tapi kalo soal flamboyan, masih menang Depp dibanding Cassel.
Film dibuka ketika Mesrine dan wanita "partner-in-crime"-nya dicegat oleh sekelompok orang ketika berkendara. Dan alur pun mundur ke tahun 1959, ketika Mesrine bergabung dengan tentara Prancis dalam perang Algeria, di mana dia membunuh sanderanya tanpa berkedip... Sepertinya adegan ini ingin menunjukkan kalau Mesrine emang mempunyai insting seorang pembunuh, penjahat, penculik, perampok, atau apalah namanya itu... But somehow, gua merasa ini kurang kuat, karena dalam biografi asli Mesrine sebetulnya perangai "jahat" itu sudah tampak waktu masih kecil dan tidak ditampilkan di sini.

Agak kaget waktu mendengar dialog di awal film yg kaga sinkron dengan gerak-gerik mulut para aktor, ternyata film ini di-dubbing ke dalam bahasa Inggris (kenapa jaringan 21 tidak mengimpor versi bahasa Prancisnya aja yaa...??).

Dengan durasi 105 menit (dari 110 menit yg sudah disensor), gua merasa film ini agak cepat menggambarkan kehidupan Mesrine, meskipun termasuk lengkap mulai dari hubungan dengan orang tuanya dan romantika. Setelah dia keluar dari ketentaraan Prancis, menjadi anak buah gangster Guido (Gerard Depardieu), kemudian menikah dengan Sofia (Elena), "insyaf" dan bekerja sebagai karyawan, tapi balik jadi penjahat lagi karena di-PHK, dan tiba-tiba masuk penjara lagi karena tertangkap waktu merampok bank. Sayang, adegan merampok bank ini tidak ditampilkan dalam film ini. Bahkan seinget gua di film ini hanya ada satu adegan merampok bank, padahal dalam satu dialog, Mesrine mengatakan kalau pekerjaan adalah ngerampok.

Sampai akhirnya Mesrine bertemu dengan wanita "partner-in-crime"-nya Jeanne (Cecile de France), setelah berhasil melarikan diri dari penjara, dan ga jelas Sofia udah ke mana. Mereka ngerampok kasino milik gangster lain ala Bonnie and Clyde, dan harus "mengungsi" ke Kanada karena dikejar-kejar sesama penjahat. (lagi-lagi) dalam biografi asli, mereka sempat merampok toko perhiasan dan bahkan Mesrine sempat membuka sebuah restoran. Huhh... sang penulis rupanya banyak membuang bagian yg seharusnya bisa membuat film ini lebih seru lagi.
Selanjutnya di Kanada, Mesrine dan Jeanne pun melanjutkan aksi "insting penjahat" mereka.....

Dalam biografinya ditulis pula, kalau Mesrine dijuluki manusia dengan 100 wajah, mungkin ahli menyamar maksudnya, tapi aneh dalam filmnya tidak ada penekanan di bagian itu.
Mengejar durasi adalah alasan yang paling tepat, mengingat filmnya dibelah menjadi dua bagian sehingga alurnya dibuat lebih cepat. Bagian terpenting dalam film ini adalah ketika Mesrine masuk penjara dan disiksa, akhirnya meloloskan diri, dan kembali lagi ke penjara untuk membebaskan para napi yg lain. This is the best part of this movie! Adegan "pembebasan" yg diiringi dengan tembak-tembakan dengan para sipir penjara justru digambarkan paling detil daripada cerita kehidupan Mesrine sendiri. Adegan tersebut ditampilkan dalam gaya yang wajar ibarat makan black forrest yang lembut kuenya dan pas banget rasa coklatnya, jiahhh....

Sudah jelas film ini tidak akan "seheboh" film-film aksi Hollywood, meskipun sang sutradara, Jean-François Richet pernah menyutradarai film Assault on Precinct 13 yg dibintangi Ethan Hawke dan Laurence Fishburne, sebuah film bertemakan polisi dan penjahat juga. Tapi seperti yg gua udah tulis di atas, film ini termasuk dinamis. Adegan tembak-menembak hanya dor, dor, dor.... klasik, agak sadis, dan intens (lepas dari setting-nya yang jadul) , tidak seperti film Hollywood yang bombastis, trettt, treeettt,,, dorrr, derrr dorrrr, ka-boommm. Bahkan Cassel dan Richet juga dianugrahi best actor dan best director dalam Cesar Awards, Oscar-nya Prancis di tahun 2008. Penampilan Depardieu sendiri kurang berkesan, (lagi-lagi) mungkin karena kejar durasi.
Gua tidak sabar menunggu bagian keduanya untuk melihat sepak terjang Mesrine dan Jeanne, semoga aja diputar di sini. Sebetulnya bagian pertama ini mempunyai sub-judul, Killer Instinct, tapi entah kenapa malah diberi judul Public Enemy #1 , yg nota bene adalah sub-judul dari bagian keduanya.
Dan satu lagi... bisa jadi ini bukan filmnya semua orang, mengingat bertemakan gangster dan ber-setting jadul.

"Nobody kills me, until i say so!"
7 out of 10 stars

06 September 2010

Ada duri di dalam daging....

@Blok M Square 21, Studio 2, Sep 5th 2010, 1350 hrs

Dennis adalah seorang buronan yg melarikan diri bersama kekasihnya, Lacey, namun di tengah jalan mobil mereka rusak. Di jalan yg sepi tersebut mereka berpapasan dengan mobil yg dikendarai oleh Polly dan Seth, dan membajaknya. Mimpi buruk pun dimulai ketika Polly dan Seth yg menjadi sandera Dennis harus mengisi bahan bakar di sebuah pom bensin, di mana sang pengelola pom bensin telah berubah menjadi mayat hidup berduri yg siap mencari inang baru. Lacey yg labil pun menjadi korban pertama, selanjutnya Dennis, Polly dan Seth harus bertahan di dalam toko pom bensin dari serangan makhluk parasit yang dapat menginfeksi manusia hanya dengan tusukan durinya.

Tidak hanya dari segi durasinya yg minim, hanya berkisar 75 menit saja (yep, for real, it's shorter than animated movie), film ini pun minim karakter. Seth sebagai laki-laki yg tidak bisa apa-apa namun berani mengambil keputusan yg ekstrim, Polly adalah tipe wanita "in-charge" atas prianya, Dennis sebagai penjahat yg "likeable" dan Lacey sebagai kekasihnya yg labil dan sangat dependent. Pada awalnya, gua ga suka dengan karakter Seth yang agak bego dan penakut sebagai cowok Polly, tapi makin ke belakang karakternya konsisten dan makin jelas, tidak terjebak dalam stereotype karakter seperti pada film thriller umumnya. Ditambah akting 4 artis utamanya juga bagus dan tidak neko-neko.
Sayang, pengambilan gambarnya agak "shaky" pada saat mengarah ke makhluk parasit. Terlalu cepat sehingga penonton tidak dapat menangkap jelas seperti apa rupa sang makhluk dan apa yg terjadi. Bisa jadi ini untuk menutupi kekurangan visual efek dan make-up yg ditampilkan, mengingat film ini sangat low-budget. Meskipun beberapa adegannya dapat membuat penonton meringis, tapi intensitas ceritanya masih belum dapat memompa adrenalin gua lebih kencang lagi, mungkin karena sound effect-nya yg juga minim. Buat kamu-kamu yg suka dengan film thriller dan makhluk-makhluk parasit, bolehlah ditonton, tapi ga perlu di bioskop yg mahal... mengingat durasinya yg amat sangat pendek itu.... atau mungkin melalui DVD aja??

6.5 out of 10 stars

Mari menari di jalanan...

@Puri XXI, Studio 3, Sep 1st 2010, 1915 hrs

Meskipun ada logo 3D tercetak di posternya, tapi yg beredar di bioskop Jakarta adalah versi reguler. Jelas banget, film yg diproduksi oleh UK Film Council ini meniru abis film Hollywood, Step Up yg sudah mencapai 3 jilid. Carly (Nichola Burley) yg putus asa karena Jay (Ukweli Roach) sang pacar sekaligus "leader" dari kelompok tari mereka "The Crew", tiba-tiba pergi tanpa alasan yg jelas. Kelompok "The Crew" yg mencari uang dengan tampil di jalan dan sering berhadapan dengan kamtibmas (polisi jalanan) kesulitan mendapatkan tempat latihan, sekaligus kekurangan uang, padahal kompetisi Streetdance sudah di hadapan mata dalam hitungan minggu, belum lagi mereka harus berhadapan dengan kelompok "The Surge" yg merupakan saingan terberat.

Suatu ketika Carly yg bekerja paruh waktu sebagai tukang nganter sandwich, secara tidak sengaja mengantar pesanan ke gedung Royal Dance School (akademi balet), di sanalah dia bertemu dengan sang kepala sekolah, Helena (Charlotte Rampling) yg mengijinkan "The Crew" untuk latihan gratis di sana, dengan syarat melibatkan beberapa muridnya untuk terlibat langsung dalam kompetisi tari jalanan...

Well, film ini mencoba berinovasi dalam menggabungkan gaya balet dan tari jalanan, dan hasilnya dapat dilihat di bagian akhir cerita. Meskipun buat gua berasa aneh dan kurang enerjik, dibandingkan streetdance murni. Dari segi alur cerita dan akting, ga usah dipikirin dah.... Tanpa mengikuti alurnya sembari merem melek, penonton juga bakal tau cerita ini bakal mengalir ke mana. Terasa banget film ini berusaha memperpanjang durasinya sekitar 95 menit, dengan lagu-lagu yg mengiringi adegan bisu aktor-aktrisnya yg sedang patah hati, melamun, atau apapun itu. Sesuai dengan judulnya, film ini memang menjual streetdance dengan dinamika yg oke banget... Jadi keinget Brandon di acara IMB, tapi tentu saja film ini jauh lebih bagus...

Overall, gua kasi 6 bintang dari 10.

Rajanya tukang berantem (is really suck..)

@Karawaci XXI, Studio 1, Aug 30th 2010, 1900 hrs

Terus terang gua belum mendapatkan gambar poster film ini, terakhir dari internet malah muncul poster bertuliskan KoF doank, asli jelek banget, sejelek filmnya.
Film ini adalah film kesekian yg mengadaptasi permainan video-game ke layar lebar dan (lagi-lagi) gagal. Dengan durasi hampir 90 menit dan disutradarai Gordon Chan (Painted Skin, The Medallion), naskah film ini ditulis oleh sepasang penulis dari Hollywood yg ga penting juga disebutin namanya, betul-betul memiliki cerita yg lemah dan dialog yg cemen, ga kalah cemen dari Tekken.

Wait.... kalo mau gua bandingin, film ini terlihat lebih "low budget" dari Tekken yg ber-setting lebih modern di masa depan. Plot utamanya sih ga jauh beda, sang tokoh utama Kyo Kusanagi juga diperankan aktor bule, Sean Farris (Never Back Down) menuntut balas dendam dan tidak menyadari ada suatu potensi yg "luar biasa" dalam dirinya. Di awal cerita, terlihat kalau dia ga bisa berantem alias cupu, tapi tiba-tiba di akhir cerita, boengggg... ngeluarin jurus apa gitu dengan pedangnya sehingga sang penjahat, Rugal (Ray Park) pun kalah.

Pemilihan Maggie Q. sebagai Mai dalam film ini tidak berhasil menjadi sebuah daya tarik . Mai adalah agen CIA yg menyamar sebagai petarung King of Fighters yg diciptakan oleh Chizuru (Francoise Yip), di mana setiap petarung cukup menggunakan alat kecil seperti bluetooth di bagian telinga dan langsung menuju arena pertarungan di dunia paralel, ini aja udah ga masuk akal, ya udahlah.. kita terima aja tanpa harus ada logika karena ini diangkat dari video game. Atasan Mai, Terry Bogard (diperankan David Leitch) yg tiba-tiba beralih haluan menjelang akhir cerita, dari CIA secara ajaib menjadi petarung juga, definitely sesuai dengan judulnya, everyone is a fighter!! Yg justru menarik sedikit menarik adalah dua petarung wanita lesbian, Vice dan Ma ture yg sebetulnya ga bisa berantem karena cepet kalah waktu bertarung dengan Rugal.
Selanjutnya, gua merasa ga perlu nulis panjang lebar satu persatu tokohnya dan apa yg mereka lakukan di film ini karena film ini ga punya greget dan bikin ngantuk. Adegan pertarungannya terlihat bo'ong-bo'ongan, nonjok dan nendang tapi terlihat kaga kena, koreografer bela dirinya siapa toh?? Plus setting-nya yang engga banget, di lorong-lorong becek nan gelap, dengan drum-drum dan tong sampah di bagian pinggir (yah.. mungkin emang begitu di game kali yak?? 'coz i'm not a fanboy here...).
Kesimpulannya... film ini "sedikit" lebih buruk dari Tekken.

5 out of 10 stars...

Vampires (not that) suck...

@Puri XXI, studio 7, Aug 24th 2010, 1935 hrs

Sebetulnya gua mau kasi jempol buat Jason Friedberg dan Aaron Seltzer atas kreativitas mereka yg semakin ancur dalam membuat film-film parodi. Ibarat mereka adalah duo nayato dan koya pagayo versi Hollywood. Tapi tunggu, Vampires Suck masih lebih baik dari film mereka terakhir yg betul-betul adalah sebuah "disaster", yakni Disaster Movie. Setidaknya film ini tidak sebanyak Disaster Movie yg menampilkan semua karakter film musim panas 2008 yg bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Seinget gua cuman ada Alice, Lady Gaga, Buffy, trus... lupa dah, ga terlalu mengganggu juga sih...

Dari posternya, udah jelas kalo film ini "memakai" Twilight sebagai core ceritanya, bahkan seri 1 dan 2-nya digabungkan menjadi satu film berdurasi 80 menit saja dengan nama-nama karakter yg diplesetkan, hebat banget kan... Soal akting emang ga perlu dibahas lagi, aktor-aktris yg dipakai tentu saja belum terkenal, meskipun aktor utamanya Edward Sullen yg diperankan oleh Matt Lanter sudah pernah muncul dalam Disaster Movie dan Sorority Row.
Tips menonton film ini mudah, pertama-tama tentunya sudah pernah menonton film aslinya (Twilight) dan kedua, kosongkan pikiran dan tertawalah kalo menurut kalian emang adegannya lucu. Kalo ga lucu, tinggal bilang WTF??! gampang toh....?

Gua bingung mau ngasih bintang berapa yah... yg jelas ketika akan menonton film ini gua sudah punya "premonition" apa yg akan disajikan di layar, well... it turns out not too bad anyway....
Entah apa lagi film yg akan diparodikan oleh duo ini nantinya...

Who is SALT?

@Blitzmegaplex Central Park, Audi 7, Aug 22nd 2010, 1200 hrs

Unexpectable Sly Stallone and friends....

@Studio XXI, studio 1, Aug18th 2010, 1510 hrs

Going to SHANGHAI..

@Studio XXI, studio 4, Aug 18th 2010, 1315 hrs

The Last Airbender in 3D

@Blitzmegaplex Central PArk Audi 1, Aug 16th 2010, 1900hrs