22 Juni 2009

Rasa.... Is it your feeling or your sixth sense?

@Blok M Square, Studio 6, May 24 2009, 1635 hrs

With only 5 minutes break, i continued with this one...

Film berdurasi 115 menit ini berkisah tentang Professor Anthony Collins (seorang sejarahwan, sastra, dan ahli "RASA"?? yang diperankan oleh Steve Benitez) yang datang ke indonesia untuk memberikan "lecture" di sebuah universitas bersama istrinya Laras (Wulan Guritno) dan anaknya Mariah.
Di malam perayaan ulang tahun Mariah yg ke-10, ia diculik bersama Laras oleh orang-orang tidak dikenal. Anthony yang kebingungan meminta bantuannya sahabat lamanya di jakarta bernama Emma. Tidak sengaja mereka bertemu dengan Wisnu (Christian Sugiono) seorang kurator dan Rianti (Pevita Pearce) seorang pelukis. Anthony pun terkejut ketika melihat salah satu lukisan Rianti yang bergambarkan wajah Mariah. Langsung saja Anthony memohon bantuan kepada Rianti, yang ternyata mempunyai kemampuan untuk melihat masa depan dengan melukis semua kejadian itu.
Cerita pun berkembang ketika sang penculik menyuruh Anthony untuk menerjemahkan bahasa sansekerta yg tertulis pada sebuah batu artifak (yang entah didapat dari mana) untuk menemukan keris Candra Wulan, bila mau anaknya selamat. Secara tidak sengaja pula Emma melihat kata sandi di artifak itu, dan dia langsung menganjurkan Anthony untuk bertemu dengan Pak Slamet (Alex Komang) sebagai seorang sesepuh yg mengetahui keberadaan keris tersebut.

Wuih.. ribet yak ceritanya... film ini berusaha merangkum genre thriller, horor-misteri, aksi petualangan dan drama percintaan menjadi satu. Hasilnya.... well... sepertiga pertama film ini bisa dibilang berhasil. Tanpa membaca sinopsisnya sama sekali, pada awalnya gua mengira film ini adalah sebuah film percintaan yg mendayu-dayu ala sinetron. Ternyata nice... dibumbui dengan adegan aksi yang berbeda dengan film lokal lainnya. Agak aneh memang melihat seorang professor yang bisa berkelahi ala indiana jones melawan para penculik di film ini.
Selidik punya selidik... ternyata sang sutradara Charles Gozali adalah pembuat sinetron aksi Elang (di mana Winky Wiryawan dan Joe Taslim juga bermain di film ini). Pantes aja..... Meskipun cinematografinya agak memusingkan dengan teknik "shaking" ketika perkelahian berlangsung, dan lightingnya kurang baik untuk pengambilan gambar outdoor di tengah siang bolong.

Sepertiga kedua, oh my gosh..... terdapat dialog yg cukup panjang dan terlalu puitis ketika tokoh Wisnu menyatakan cintanya kepada Rianti.. bahkan adegannya terasa aneh, di mana Rianti yang merasa hancur karena melalui penglihatannya ia melukis Wisnu dalam keadaan yg buruk, Rianti pun mengacak-acak semua gambarnya dan tiba-tiba timbul kebakaran, Wisnu pun berhasil menyelamatkannya namun api tiba-tiba menghilang begitu saja...

Keanehan pun teRASA semakin aneh di bagian sepertiga terakhir, di mana Anthony dengan mudah masuk ke dalam museum tanpa penjagaan yg ketat ( mungkin ini menunjukkan kalau museum di jakarta hanya berisi barang-barang tidak berharga sehingga tidak perlu dijaga ketat). Begitu pula Wisnu dan Rianti yg menemukan dengan mudah rumah tempat Mariah disekap hanya dengan sebuah tanda dalam lukisan Rianti?? Tidak mungkin gua menulis semua keanehan yg terjadi dan adegan yg mengabaikan alur logika, sampai pada akhirnya polisi bisa datang tiba-tiba ke lokasi kejahatan... Hmm... Wait.... Tidak ada penjelasan apakah Rianti mempunyai kemampuan penglihatan yg "buruk" ataukah yg "baik" juga. Di ending cerita Rianti melukis sebuah penglihatan yg "baik", padahal di awal cerita dia selalu melukis penglihatan yg "buruk". Kalo begitu, setiap menit atau bahkan setiap detik, dia akan kerasukan untuk melukis penglihatannya....

Sayang sekali... film ini berusaha menampilkan "RASA" yg berbeda, namun RASA yang enak di bagian awal menjadi aneh sampai ke akhir cerita. Sebaiknya sang sutradara tetap memproduksi film-film aksi saja yg memang menjadi poin plus dari film ini. Unsur horror-nya masih bolehlah... tapi soal petualangan Professor Anthony ala "indiana jones ", no no no... masih memerlukan bantuan untuk menggarap skripnya supaya teRASA lebih real dan masuk akal...

Sebagian dialog film ini disuguhkan dalam bahasa inggris dengan subtitle bhs indonesia dan kebalikannya pula ketika dialog dalam bahasa indonesia disuguhkan pula subtitle dalam bhs inggris... Dari segi akting, film yg menyuguhkan wajah-wajah "indo" dan bule asli ini termasuk lumayan mulai dari tokoh Anthony, Laras (lagi-lagi Wulan Guritno berperan sebagai seorg ibu muda), Emma, kapten polisi (Ray Sahetapy), dan segudang cameo mulai dari Rianti Cartwright sampai Nugie yang.. hmmm... ngapain dia jualan sekoteng... Chrsitian Sugiono yg selalu tampil sok manis di setiap filmnya adalah karakter terlemah dalam film ini, sepertinya dia tidak ada kerjaan untuk menjual lukisan pelukis lain selain mengikuti Rianti sepanjang hari, dan Pevita Pearce nampaknya kurang matang sebagai Rianti.. sebaiknya dia kembali bermain sebagai anak SD saja seperti yg dia lakukan di film Denias.

Sebuah RASA yg manis di awal namun aneh selanjutnya...

5.5 out of 10 stars... untuk dialog bahasa inggrisnya yg kadang terdengar kurang "verbal"... dan atas usaha film ini untuk menghadirkan sebuah RASA yg berbeda dari film lokal lainnya...

Tidak ada komentar: