29 Oktober 2010

The pre-historic flesh-eating fishes in 3D

@Puri XXI, studio 6, Oct 29th 2010, 1920 hrs

Piranha... entah sudah berapa banyak film tentang ikan purba ini pernah dibuat untuk konsumsi tivi dan layar lebar. Yg jelas film produksi 2010 yg disutradarai Alexander Aja ini mempunyai alur cerita yg sangat simpel dan mudah ditebak, tidak perlu berpikir, cukup dengan menikmati minuman dan makanan Anda, tapi jangan kekenyangan, bisa jadi Anda muntah karena eksploitasi adegan "kanibal" yg dilakukan oleh ikan-ikan piranha terhadap manusia.

Terjadi aktivitas seismik (istilah kerennya gempa) di dasar danau Victoria yg menyebabkan terbukanya jalan penghubung ke "danau lain" yg dihuni ribuan ikan piranha, ikan yg dianggap punah sejak 2 juta tahun lalu. Tidak jauh dari sana, ratusan anak muda berpesta dan berkumpul untuk liburan musim semi. Sementara itu sheriff Julie (Elisabeth Shue) yg bertugas untuk "mengamankan" pesta musim semi itu langsung memperingatkan para anak muda untuk segera keluar dari danau, setelah dia mengetahui kejadian yg sebenarnya.

Ada pula produser situs internet porno yg diperankan Jerry O'connel dengan personilnya "Wild girls"nya, Danni dan Crystal yg mengadakan suting di danau tersebut, tanpa menyadari kehadiran ikan-ikan tersebut.

Well, siapakah yg menjadi korban dari ikan-ikan tersebut memang tidak penting. Gua menyebut film ini sebagai exploitative fun-gore movie. Dua hal yg dieksploitasi habis-habisan di sini tanpa rasa bersalah yakni adegan potongan tubuh manusia yg dimangsa oleh piranha (ataupun karena hal lain) dan juga 3B (bikinis, booti*s, dan bo*bies). Tujuan "menghibur" penonton lewat dua poin di atas bisa dibilang berhasil, adegan ikan piranha yg "menggerogoti" tubuh manusia cukup disturbing. Akibatnya sensor sekitar 4 menit pun tak dapat terhindarkan lagi, meskipun banyak juga yg kelolosan .... Sebetulnya adegan sadis di film ini bisa dibilang mempunyai kadar yg berbeda dengan film-film "mutilasi" seperti SAW, Hills have eyes, Texas Chainsaw yg cenderung lebih serius; justru malah dapat memancing senyum geli penonton di beberapa adegan. Namun saking tanpa rasa bersalahnya, adegan demi adegan yg terjadi di danau Victoria pun menjadi garing... Ibarat makan kacang yg garing, mulanya terasa enak dan kelamaan menjadi biasa aja, tapi tetap dimakan terus ...

Buat penonton yg jeli, ada satu-dua adegan yg mungkin tidak "sinkron", seperti air danau yg tiba-tiba menjadi bersih padahal baru semenit sebelumnya masih penuh dengan darah dan mayat-mayat yg mengapung. Atau ada tokoh utama yg jatuh ke air dan tidak diperlihatkan lagi kelanjutan nasibnya.

Para aktor-aktris utama film ini bukanlah pemain baru di Hollywood, seperti Ving Rhames, Elisabeth Shue, Jerry O'Connel, dan Richard Dreyfuss; mungkin karena mereka tidak laku lagi bermain di filmlayar lebar sehingga diambillah peran tersebut. Soal akting?? Hmmm.... tidak perlu akting susah-susah di film ini, cukup mengucapkan dialognya saja.
Bagaimana dengan fitur 3D yg ditawarkan film ini? Sama seperti Last Airbender, sebetulnya Anda cukup menonton versi 2 dimensinya saja, apalagi beberapa adegan penting telah dibabat sensor.
Akhirnya, semua penilaian bagus atau tidaknya film ini berpulang kepada penonton, apakah Anda termasuk penggemar film berisikan adegan sadis berdarah-darah? atau sebaliknya merasa terganggu dengan adegan tersebut?

Kalau buat gua sih... i have no problem with those... that's why i give 6.5 out of 10 stars

Jangan beranjak dari tempat duduk Anda sampai film benar-benar berakhir.






Tidak ada komentar: