01 Oktober 2010

Sang Pencerah, memang mencerahkan...

@Pejaten XXI, studio 2, Sep 29th 2010, 1915 hrs

Terus terang gua tidak berharap apa-apa ketika akan menonton film ini, kata orang-orang yg udah nonton sih bagus.. Well, gua pikir ga ada salahnya juga menonton, sebagai movie-lovers, seharusnya gua ga boleh mendiskriminasi film yg akan gua tonton bukan? Lagipula gua suka dengan film sejarah... Dan teman-teman gua pun komen, "hah.. ngapain lo nonton film kayak gitu??"

Muhammad Darwis lahir di jogja tahun 1868, pada umur 15 tahun pergi ke Mekkah dan kembali 5 tahun kemudian, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengganti namanya menjadi Akhmad Dahlan (diperankan oleh Lukman Sardi). Sepulang dari Mekkah beliau menikah dengan Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan mendirikan langgar (surau) di depan kediamannya. Pandangannya tentang Islam yg lebih modern namun tetap taat mendapat pertentangan dari masyarakat sekitar termasuk keluarganya sendiri. Sampai akhirnya berdirilah organisasi Muhammadiyah yg bergerak di bidang sosial dan pendidikan pada tahun 1912.

Gua pikir Hanung berhasil menyampaikan pesan sesuai dengan judulnya, Sang Pencerah. Tokoh Akhmad Dahlan digambarkan sebagai seorang muslim namun terpelajar, berusaha mengubah pandangan masyarakat yg selama ini dianggap benar seperti melakukan persembahan sesajen, menghadap ke kiblat yg salah, dan pendidikan modern. Lepas dari propaganda agama yg terkandung di film ini, film ini berhasil "mencerahkan" pikiran penonton untuk bisa membuka diri terhadap hal yg baru namun bersifat postitif. Terkadang kita selalu berpikir bahwa apa yg dilakukan selama ini adalah benar dan menutup diri terhadap perubahan, bahkan menyebut hal baru itu sebagai sesuatu yg salah (dalam film ini, sesuatu yg baru dan tidak sesuai dengan agama disebut kafir).

Scoring yg bagus dan (lumayan) dramatis sangat mendukung akting para aktor utamanya, yup... karena hampir semua pemain utama di film ini adalah aktor... Simpel, teguh dan idealis, tiga hal ini yg gua tangkap dari pribadi seorang Dahlan yg berhasil diwujudkan lewat akting Lukman Sardi, meskipun bukan akting terbaiknya sih.... Jujur gua agak bosen ngeliat tampangnya yg cukup sering muncul di layar lebar, terhitung sudah 4 film di tahun ini (Tanah Air Beta, Red CobeX, darah garuda, dan film ini), kayaknya dia emang lagi kejar setoran.
Ihsan si jebolan Indonesian Idol juga tidak buruk aktingnya. Yg masih harus diasah mungkin si Giring Nidji, kebanyakan nyanyi soalnya (dibandingkan Ihsan), hehehehe... Zaskia Mecca sebagai istri sang sutradara, ehemm.... gua pikir dia cuman kebagian nangis dan nangis doank di film ini, ternyata ada dialognya juga.
Satu hal yg agak mengganggu mungkin adalah pemilihan Lukman Sardi sebagai Akhmad Dahlan mulai usia 20 tahun-an sampai seterusnya... mungkin sebaiknya Hanung menggunakan 3 aktor untuk hal tersebut, karena efek make-up-nya tidak berhasil yg menyebabkan Akhmad Dahaln terlihat tua di usia awal 20 tahun. Atau cuman Lukman Sardi saja yg memang pantas memerankan tokoh yg satu ini? Hmm... biarlah penonton yg menilai.
Jangan lupa ada figuran Belanda yg muncul beberapa kali di stasiun kereta api di adegan yg berbeda, masa sih ga ada figuran bule lain?? okelah kalo begitu, bukan masalah besar...
Mungkin yg agak sedikit kedodoran adalah setting-nya (maklum karena belum banayk film kita yg ber-setting jadul), penonton tidak terlalu merasa sedang dibawa ke awal tahun 1900-an. Seakan-akan semuanya terjadi di masa kini, namun dengan setting pedesaan dan baju ala keraton aja.
Selain itu time-line yg sempat bolak-balik di pertengahan cerita (tertulis tahun kejadian di bagian bawah pada adegan tertentu) sempat membuat gua bingung, meskipun secara keseluruhan tidak mengurangi esensi film berdurasi hampir 120 menit ini.

7.5 out of 10 stars...

Tidak ada komentar: